kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pemda tidak lagi penentu tunggal izin usaha kebun


Senin, 02 Juli 2012 / 07:47 WIB
Pemda tidak lagi penentu tunggal izin usaha kebun
ILUSTRASI. Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020).


Reporter: Muhammad Yazid |

JAKARTA. Izin pembukaan lahan perkebunan tidak akan semudah dulu lagi. Sebab, untuk bisa mendapatkan izin, perusahaan harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian (Kemtan) terlebih dahulu.

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan, campur tangan pemerintah pusat dalam penerbitan izin usaha perkebunan (IUP) akan meminimalisir perselisihan antara pengusaha dan masyarakat sekitar. Jika sebelumnya IUP menjadi kewenangan penuh Pemda, nantinya pemerintah pusat akan terlibat dalam verifikasi status lahan serta rekomendasi sebelum IUP terbit.

Menurut Rusman, aturan itu akan dimasukkan dalam revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. "Izin hanya bisa keluar setelah ada rekomendasi kami," katanya, akhir pekan lalu.

Sebelum IUP dikeluarkan, tim ahli dari pusat akan mencek bagaimana resistensi masyarakat, social engineering, serta kesiapan perusahaan menyediakan 20% lahan untuk petani plasma. Menurut Rusman, aturan ini dibuat karena selama ini pemerintah pusat selalu dilibatkan dalam sengketa lahan perkebunan. "Kami kan repot, cuci piring melulu. Daripada repotnya belakangan, sebaiknya pada waktu izin diberikan ada rekomendasi dulu," imbuhnya.

Rusman mengatakan, rancangan aturan izin perkebunan sudah memasuki proses akhir dan tinggal ditandatangani Mentan. Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Pemda dan bupati. Awal Juli ini juga akan digelar pertemuan dengan pengusaha perkebunan kelapa sawit untuk mendapat masukan.

Soal kewajiban 20% plasma, Rusman bilang, masih perlu dirumuskan solusi pengganti jika ketersediaan lahan tidak ada lagi di sekitar kebun inti. "Batasan waktu pembangunannya juga masih memerlukan kajian, tiga atau lima tahun setelah izin keluar," katanya.

Joko Supriyono, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) berharap pemerintah fokus pada pengawasan terhadap masuknya kelompok masyarakat tertentu pada areal perkebunan perusahaan. Aturan rekomendasi, menurutnya hanya akan efektif pada tahun-tahun awal pembangunan perkebunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×