kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45917,87   8,56   0.94%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah berupaya tekan harga gas untuk kelistrikan hingga US$ 6 per mmbtu


Kamis, 05 Maret 2020 / 18:40 WIB
Pemerintah berupaya tekan harga gas untuk kelistrikan hingga US$ 6 per mmbtu
ILUSTRASI. Pemerintah berupaya menekan harga gas untuk kelistrikan hingga sebedar US$ 6 per mmbtu.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah membahas penurunan harga gas. Tak hanya bagi sektor industri, penurunan harga gas untuk kelistrikan juga sedang dikaji.

Ada sejumlah simulasi yang dihitung pemerintah, termasuk dengan menekan harga hingga ke angka US$ 6 per million british thermal unit (mmbtu).

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengungkapkan, penurunan harga gas untuk kelistrikan akan berdampak positif, utamanya untuk menghasilkan penghematan bagi PT PLN (Persero) maupun untuk keuangan negara.

Baca Juga: Asaki: Diskon tarif PLN 30% di Waktu Beban Puncak 2 (WBP2) belum efektif

Sebab, biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik dari pembangkit yang menggunakan bahan bakar gas akan terpangkas. Hal ini akan berpengaruh juga kepada penghematan subsidi dan juga kompensasi yang dikeluarkan negara.

Sebagaimana di sektor industri, penurunan harga gas diupayakan dengan menekan harga di hulu. Namun, dengan penurunan harga di hulu, maka ada pendapatan negara yang terpangkas, baik pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Oleh sebab itu, kata Rida, pemerintah menyiapkan sejumlah simulasi untuk menghitung sensitifitas penurunan harga terhadap pengurangan pendapatan negara maupun potensi penghematan yang bisa dihasilkan.

"(Jika harga turun) tentu ada penghematan untuk PLN. BPP berkurang, ujungnya ke negara, karena bisa hemat subsidi dan kompensasi," kata Rida saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (5/3).

Rida memberikan gambaran, pada tahun ini harga gas untuk pembangkit diasumsikan dengan rerata harga US$ 8,39 per MMBTU. Dengan skenario harga gas dapat diturunkan ke angka US$ 6 per MMBTU, maka potensi penghematan yang bisa diraih sebanyak Rp 18,58 triliun dalam setahun.

Namun, jika harga ditekan menjadi US$ 6 per MMBTU, maka potensi pendapatan negara yang hilang mencapai Rp 14,07 triliun. Artinya, masih ada selisih Rp 4,51 triliun yang dapat dihitung sebagai penghematan atau manfaat yang dapat diraih dari penurunan harga gas tersebut.

"Itu kita asumsikan bisa US$ 6 per MMBTU. Beda harga, tentu akan berbeda penghitungannya. Tapi itu masih dibahas juga dengan Kementerian Keuangan dan SKK Migas," ungkap Rida.

Baca Juga: Pemerintah tunda diskon tarif listrik, begini tanggapan Pan Brothers (PBRX)

Lebih lanjut, Rida menjelaskan bahwa belanja PLN pada tahun 2020 ini direncanakan mencapai Rp 359,03 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 146,67 triliun atau sekitar 41% dianggarkan untuk biaya bahan bakar dalam BPP tenaga listrik.

Rida menerangkan, dari biaya bahan bakar sebanyak Rp 146,67 triliun itu, belanja untuk gas mencapai Rp 60,98 triliun atau sekitar 38,36% dari biaya bahan bakar. Padahal, listrik yang dihasilkan dari pembangkit yang berbahan bakar gas hanya mencapai 65,24 Terawatt Hour (TwH) atau 21,82% dari total volume penyediaan tenaga listrik.

Bandingkan dengan biaya bahan bakar batubara yang mencapai Rp 56,26 triliun, namun volume listrik yang dihasilkan mencapai 187,52 Twh. "Kebanyakan volume (listrik) dari batubara. Untuk gas modalnya cukup besar. Oleh karena itu, turunnya harga gas akan sangat berpengaruh pada besaran BPP yang pada ujungnya akan mengurangi beban APBN atau subsidi," jelas Rida.

Baca Juga: Kementerian ESDM targetkan permasalahan harga gas industri rampung bulan ini

Rida mengatakan, penurunan harga gas untuk kelistrikan tersebut kemungkinan akan tergabung dalam pengaturan harga gas sektor industri yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016. Namun, Rida masih belum bisa memastikan bentuk regulasi yang akan memayungi kebijakan ini, maupun kapan penurunan harga gas untuk listrik ini mulai diimplementasikan.

"Sekarang dimasukin dulu, (harga gas) pembangkit listrik masuk atau tidak di dalam Perpres itu. Semuanya masih dalam perhitungan," tandas Rida.

Dalam catatan Kontan.co.id, PT PLN (Persero) pada akhir tahun lalu pernah meminta penurunan harga gas untuk pembangkit listrik. Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Sripeni Inten Cahyani berharap, PLN bisa memperoleh harga gas sampai di plant gate senilai US$ 6 per mmbtu.

"Kami memerlukan dukungan kebijakan pemerintah yang mengatur harga gas. Harapannya gas untuk PLN juga bisa gunakan kebijakan tersebut," kata Inten yang kala itu masih menjabat sebagai Plt. Dirut PLN.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, PLN memang tengah dalam tekanan untuk melakukan penurunan biaya produksi listrik. Menurut Fabby, kebijakan yang berefek cepat ialah dengan penurunan harga pada energi primer.

Fabby menilai, jika harga gas jadi diturunkan, maka itu merupakan bentuk insentif atau subsidi tidak langsung yang diberikan oleh pemerintah. Menurutnya, hal itu tak jauh beda dari harga khusus yang diberikan untuk batubara PLN sebesar US$ 70 per ton. Dalam hal ini, Fabby menyarankan agar insentif semacam itu tidak hanya diberikan untuk energi yang berbasis fosil, melainkan juga harus ada insentif bagi energi yang berasal dari energi terbarukan (ET).

"Kalau harga gas turun, pastinya biaya energi primer juga turun. Tapi pemerintah perlu mempertimbangkan juga untuk ET, yang dalam jangka panjang bisa menurunkan BPP PLN karena sejumlah pembangkit ET zero marginal cost," terang Fabby saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (5/3).

Baca Juga: ESDM: Penetapan tarif listrik mempertimbangkan sejumlah faktor, termasuk efek corona

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×