Reporter: Gentur Putro Jati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Berdasarkan hasil kajian pada 2008, pemerintah membutuhkan anggaran dana sebesar Rp 1,68 triliun untuk membangun infrastruktur gas kota.
Ada sembilan kota yang masuk dalam program gas kota 2008, yaitu Lhokseumawe yang membutuhkan investasi sebesar Rp 65,13 miliar untuk membangun di dua kecamatan, Jambi sebesar Rp 274,94 miliar di enam kecamatan, Prabumulih Rp 100,02 miliar di tiga kecamatan.
Lalu di Semarang yang butuh investasi Rp 234,77 miliar di lima kecamatan, Tarakan sebesar Rp 188,78 di empat kecamatan, Bontang Rp 115,26 miliar di tiga kecamatan, Samarinda Rp 169,32 miliar di dua kecamatan, Balikpapan Rp 475,17 miliar di dua kecamatan, serta Sorong Rp 63,10 miliar di dua distrik.
"Kebutuhan investasinya tergantung luas wilayah dan panjang saluran pipa yang dibutuhkan. Kami ingin pola pengembangan infrastruktur dibangun oleh pemerintah pusat melalui APBN," kata Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Tubagus Haryono, Rabu (11/3).
Menurut Tubagus, akan sulit meminta pihak swasta untuk berpartisipasi dalam program tersebut. Sebab, rata-rata keuntungan baru muncul setelah beroperasi selama 20 tahun lamanya. Keuntungan justru bisa dirasakan cepat oleh pemerintah, karena program gasifikasi sembilan kota itu bisa menghemat subsidi minyak tanah Rp 531,65 miliar per tahun, ketika proyek tersebut sudah berjalan.
"Karena itulah, kesuksesan program gas kota ini tergantung dari kemampuan Direktorat Jenderal Migas untuk mendapatkan persetujuan pendanaan dari Departemen Keuangan dan DPR dalam APBN. Kalau semuanya dianggarkan dalam satu tahun anggaran, tahun depan bisa dinilai kelayakannya untuk berikutnya dimulai konstruksi," kata Direktur Gas Bumi BPH Migas Indriyana Chaidir.
Dalam rencana BPH Migas, setelah infrastruktur selesai dibangun pemerintah melalui proses lelang nantinya Perusahaan Daerah yang akan mengelola gas kota tersebut.
"Kalau ini dibiayai oleh negara lewat APBN, kami akan hitung ulang investasinya karena dasar perhitungan yang ada sekarang berdasarkan standar pipa distribusi dan transmisi internasional. Sehingga harga gasnya bisa lebih murah dari harga minyak tanah bersubsidi sekalipun," tambahnya.
Walikota Tarakan, Udin Hianggio menyambut baik program ini. Udin berharap jaringan gas kota di Tarakan bisa segera diselesaikan sehingga masyarakat tidak perlu repot mencari gas elpiji untuk keperluan sehari-harinya.
BPH Migas saat ini sedang melakukan pembicaraan dengan Kontraktor Production Sharing (KPS) Migas demi mendapatkan kepastian pasokan gas dalam program tersebut. Antara lain dengan Medco, Pertamina, Provident, serta Energy Equity.
Harga beli gas tersebut dihitung berdasarkan harga keekonomian. Mulai dari harga termurah US$ 2,5 per MMBTU untuk kota Sorong dan termahal US$ 5,6 per MMBTU untuk kota Prabumulih. Serta pasokan kebutuhan gas terbanyak untuk kota Balikpapan sebanyak 3 MMSCFD dan paling sedikit untuk Sorong sebanyak 0,4 MMSCFD.
"Diharapkan program ini juga akan berkembang tidak hanya untuk rumah tangga, tapi juga untuk industri. Tentu harga untuk industri akan beda," kata Tubagus.
Juru Bicara PT Pertamina (Persero) Anang Rizkani Noor menyatakan perusahaannya siap mendukung program tersebut. "Tapi tentunya pembeliannya melalui proses business to business dan sesuai kapasitas dan perencanaan kami," katanya.
Tahun 2009 BPH Migas akan melakukan kajian gas kota di sembilan kota lain yaitu Pekanbaru, Muara Enim, Lampung, Cilegon, Subang, Bojonegoro, Bangkalan, Tenggarong, dan Sengkang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News