Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan industri timah nasional tengah diramaikan dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga timah di Bangka Belitung.
Kejaksaan Agung kini sedang menyelidiki tindak pidana korupsi yang terjadi di PT Timah Tbk (TINS). Sebelumnya, telah dilakukan penggeledahan oleh Jampidsus ke mitra usaha TINS di Bangka Selatan, Dinas ESDM Bangka Belitung dan PTSP Bangka Belitung.
Dalam penyidikan ini, Kejaksaan Agung menduga adanya potensi kerugian negara dari tata niaga timah di Bangka Belitung khususnya di PT Timah Tbk. Namun, hingga saat ini belum diketahui bentuk kerugian negara dari perkara dugaan tindak pidana korupsi.
Menanggapi hal ini, pengamat hukum sumber daya alam Penta Peturun mengatakan, pertambangan timah di Bangka Belitung memang dinilai semerawut.
Baca Juga: Akuisisi Perusahaan Nikel, United Tractors (UNTR) Rogoh Kas Internal
Penta menyebutkan, dugaan kerugian yang disampaikan Jampidsus dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan Tata Niaga Komoditas Timah di wilayah IUP di TINS tahun 2015 – 2022 harus dilihat secara komprehensif.
Menurutnya, terkait kerugian negara jika merujuk pada pasal 10 ayat (1) tentang BPK adalah hanya BPK yang berwenang menyatakan untuk menghitung dan menyatakan kerugian negara.
Bahkan dalam Fatwa Mahkamah Agung No. 068/KMA/Hk.01/VII/2012, jumlah kerugian negara dapat dipertimbangkan dalam proses kerugian negara dinilai dan/atau diatur di tetapkan oleh keputusan BPK.
"Dalam hal ini kerugian negara harus jelas dan tegas. Sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016 menyatakan kerugian negara haruslah benar-benar nyata dan faktual," kata Penta dalam keterangan resmi, Jumat (20/10).
Penta menambahkan, kesemrawutan penambangan Timah di kepulauan Bangka Belitung, harus disikapi oleh semua pihak. Menurutnya, semua pihak harusnya dapat menempatkan persoalan pada kepentingan publik dan kepentingan penyelamatan aset sumber daya alam Indonesia.
TINS dalam hal ini sebagai BUMN kata dia memiliki tugas melakukan tindakan pengamanan dan pencegahan untuk penyelamatan aset. Upaya penyelamatan aset ini juga harus dibantu oleh penegak hukum lainnya, baik kepolisian maupun kejaksaan termasuk kawasan hutan produksi yang dilakukan oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum).
"Harus juga kita pahami bahwa, kegiatan penambangan tanpa izin (PETI) adalah pelanggaran atas kekayaan negara karena mengabaikan ketentuan pertambangan dan ketentuan lainnya yang terkait sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pertambangan," imbuh Penta.
Menurutnya, dalam hal ini, idelanya pihak-pihak yang terkait memberikan dukungan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tata niaga penambangan timah yang sehat.
Baca Juga: MIND ID Bukukan Pertumbuhan Kinerja Keuangan 4 Tahun Terakhir
"Termasuk pengawasan dalam program - program kemitraan jasa penambangan antara pemegang IUP dengan masyarakat penambang. Guna menghindari pemanfaatan sumber daya alam yang ilegal," sebutnya.
Bahkan tahun 2015 Presiden telah memerintahkan Menteri BUMN mempelajari penugasan khusus TINS untuk bermitra dengan pertambangan timah rakyat dan menyerap produksinya serta meningkatkan kemampuan TINS untuk membentuk stok timah dalam rangka mengendalikan harga timah dunia.
Dijelaskannya, dalam menuju konsensus tata niaga timah yang sehat, Pemerintah Pusat dapat menegakkan peran untuk menjaga kepentingan dua belah sisi, baik kepentingan Pemerintah Pusat/Negara terhadap saham 55 % pada aset TINS maupun kepentingan kelangsungan usaha pertambangan oleh masyarakat/rakyat di daerah.
"Jadi persoalan kesemrawutan penambangan Ilegal di wilayah Bangka Belitung merupakan persoalan nasional, dimana berkaitan dengan kebijakan pemerintah pusat yang tentunya jangan sampai distigmakan melakukan pembiaran," pungkas Penta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News