Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penetapan tarif baru ojek online (ojol) oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menuai pro dan kontra. Pasalnya, kenaikan tarif yang ditetapkan oleh Kemenhub sangat tinggi dan berpotensi membebani masyarakat dan ekonomi nasional.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, tarif baru yang ditetapkan oleh Kemenhub kenaikannya mencapai lebih dari 30 persen.
“Kenaikan tarif baru Ojol memang tinggi, mungkin lebih dari 30 persen. Pada kilometer pertama hingga empat saja, kenaikannya sudah 50 persen. Sehingga nanti tarif ojol baru ini akan terasa sekali,” kata Piter dalam keterangannya Sabtu (13/8).
Baca Juga: Maxim: Kenaikan Tarif Ojol Bisa Membebani Masyarakat
Menurut Piter, jika kenaikan setinggi itu, maka tarif ojol nantinya akan mendekati tarif taksi. Sehingga membuat minat masyarakat mengunakan ojol akan mengalami penurunan. Bila itu yang terjadi, maka akan berdampak negatif terhadap driver karena dapat mengurangi pendapatan driver.
“Perlu jadi perhatian bahwa masyarakat bawah itu sangat sensitif dengan kenaikan harga. Apalagi daya beli masyarakat sudah tergerus akibat pandemi, banyak PHK, penurunan gaji, kenaikan harga-harga bahan pangan, harga barang, dan sebagainya,” ujar Piter.
Oleh karenanya, pernyataan kenaikan tarif ojol ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan driver dinilai tidak sepenuhnya tepat. Sebab jika penepatan tarif terlalu tinggi akan membuat pendapatan driver turun dan memiliki dampak yang cukup luas pada sendi-sendi ekonomi. Seperti membuat daya beli turun, memicu kenaikan harga-harga, dan mengerek inflasi.
“Menurut saya, sebelum ada kenaikan tarif ojol inflasi akan berada di kisaran 5 persen sampai 6 persen. Mengapa sebesar itu, karena banyak produsen belum mentransmisikan kenaikan harga-harga bahan baku terhadap harga jual kepada konsumen. Padahal inflasi di tingkat produsen itu sudah lebih dari 10%. Sementara inflasi di tingkat konsumen masih 4%,” terang Piter.
Dan kenaikan tarif ojol yang tinggi ini, lanjut Piter, dapat menjadi pemicu bagi produsen untuk mulai menerapkan kenaikan harga bahan baku kepada konsumen.
Begitupun dengan pelaku usaha sektor mikro atau UMKM yang terkait dengan ojol,seperti GoFood, GrabFood, ShopeeFood, atau makanan lain yang pembeliannya melalui aplikasi, akan mengalami kenaikan. Hal itu dapat membuat penjualan makanan melalui aplikasi turun dan membuat pelaku UMKM terdampak dan kesulitan berusaha disaat mereka mencoba bangkit usai pandemi.
Baca Juga: Berlaku Besok (14/8), Ini Rincian Kenaikan Tarif Ojol Gojek, Grab & Efeknya
Sedangkan, UMKM yang tidak terkait dengan ojol, juga akan terdampak secara tidak langsung dari kenaikan harga pangan dan barang akibat produsen besar turut menaikkan harga. “Jadi, akibat dari kebijakan kenaikan tarif ini, efek bola saljunya sangat besar, dan bisa memicu inflasi menjadi liar,” tegas Piter.
Oleh sebab itu, Piter menyarankan agar pemerintah mengkaji kembali kenaikan tarif ojol yang cukup tinggi tersebut. Menurutnya, kalaupun harus ada kenaikan, sebaiknya dilakukan secara moderat alias tidak langsung tinggi.
“Angka wajar menurut saya itu ya maksimal 10%. Saya juga bertanya-tanya mengapa naiknya setinggi itu, kalkulasinya seperti apa?,” tanya Piter.
Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi. Aturan tersebut diteken pada 4 Agustus 2022.
"Kami telah melakukan evaluasi batas tarif terbaru yang berlaku bagi ojek online. Selain itu sistem zonasi masih berlaku 3 zonasi," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Hendro Sugiatno, Senin (8/8).
Rata-rata kenaikan tarif dasar bervariasi dari 30% hingga 40%. Lewat peraturan ini, Kemenhub juga menaikkan tarif per-KM di Jabodetabek menjadi Rp 2.600 – 2.700 per km, dan Rp 2.250 - Rp 2.650 per km.
Perusahaan Aplikasi diminta untuk menyesuaikan besaran biaya tersebut paling lambat 10 hari kalender sejak keputusan menteri ini ditetapkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News