kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah harus antisipasi penolakan kenaikan TTL


Sabtu, 22 Maret 2014 / 16:18 WIB
Pemerintah harus antisipasi penolakan kenaikan TTL
ILUSTRASI. Produk tas dan alas kaki Marie Claire di gerai Sepatu Bata, Jakarta.


Sumber: TribunNews.com | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pemerintah perlu mengantisipasi kemungkinan terjadinya gejolak kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) melalui pencabutan subsidi bagi industri golongan menengah dan besar.

Meski kebijakan penghapusan subsidi ini merupakan skema terbaik, perlu langkah-langkah antisipasi untuk meredam gejolak penolakan yang kian santer apalagi mendekati masa diberlakukannya kebijakan tersebut.

"Salah satu yang bisa dilakukan pemerintah dan PLN harus berani transparan soal harga keekonomisan bagi industri golongan I-3 go public dan I-4 ini, apakah saat ini sudah terpenuhi atau belum. Jangan sampai industri ini selalu menjadi sasaran untuk kenaikan TTL,” ujar Iwa Garniwa, Direktur Pengkajian Energi Universitas Indonesia di Jakarta, Jumat (21/3/2014).

Keputusan ini merupakan skema terbaik untuk mengatasi krisis listrik. Di sisi lain, kebijakan penghapusan subsidi ini juga akan menghemat subsidi listrik hingga Rp 8,85 triliun pada 2015.

Pemerintah bisa sedikit memodifikasi skema penghapusan subsidi yang dilakukan secara bertahap tanpa mencederai keputusan yang telah ditetapkan bersama DPR.

“Intinya jangan terlalu kaku. Bagaimana caranya, saya pikir pemerintah tentu sudah tahu cara yang terbaik. Yang mesti dipegang jangan sampai kebijakan ini menimbulkan kontra-produktif. Misalnya, ada yang sampai memilih hengkang dari Indonesia,” katanya.

Perlu pula menganalisa dampak jika kebijakan ini diberlakukan mesti juga menjadi perhatian pemerintah. Misalnya, analisa dampak dilihat dari kategori industrinya yang masuk dalam golongan I-3 go public dan I-4. Ada industri yang sangat tinggi mengkonsumsi listrik, lalu ada yang di level menengah dan terakhir yang low dalam mengkonsumsi listrik.

Seringkali perusahaan yang mengkonsumsi listrik sangat tinggi merupakan industri yang menghasilkan produk-produk yang memiliki daya saing dan nilai tambah. “Ini yang harus menjadi perhatian khusus dari pemerintah,” ujarnya.

Iwa mengatakan, perlu diingat bahwa setiap subsidi listrik yang disalurkan pada sektor konsumtif memang harus dicabut. Sedangkan pencabutan subsidi, untuk sektor produktif, seperti pelaku industri, pemerintah harus bisa selektif dalam mengambil keputusan.

“Untuk kali ini, karena kebijakan penghapusan subsidi ini telah ditetapkan, pemerintah harus mengimplementasikan dengan sepenuh hati dengan tetap mencari jalan terbaik bagi terciptanya kondisi bisnis yang kondusif bagi kalangan pengusaha,” pungkasnya.

Penyesuaian TTL yang telah menjadi keputusan bersama antara pemerintah dan badan anggaran DPR serta disetujui oleh Komisi VII DPR RI ini akan mulai diberlakukan pada 1 Mei 2014.

Kebijakan penghapusan subsidi ini akan dilakukan secara bertahap setiap dua bulan, terhitung mulai 1 Mei sampai dengan Desember 2014. Secara rinci. tarif dasar listrik untuk golongan I-3 yang melantai di pasar modal mulai Mei tahun ini akan naik 38,9 persen.

Sedangkan tarif dasar listrik untuk golongan I-4 pada periode yang sama akan naik sebesar 64. 7%. Golongan I-3 adalah pelanggan dengan daya lebih dari 200 kilovolt ampere (kVA) hingga 30.000 kVA. (Eko Sutriyanto)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×