kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah Matangkan Serapan Gas Domestik untuk Hadapi Larangan Ekspor Gas di 2036


Kamis, 15 Februari 2024 / 14:00 WIB
Pemerintah Matangkan Serapan Gas Domestik untuk Hadapi Larangan Ekspor Gas di 2036
ILUSTRASI. Pemerintah akan melakukan larangan ekspor gas di tahuan 2036


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Indonesia menargetkan tidak lagi mengekspor gas pada 2036 mendatang. Rencana ini tertuang di dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). 

Persisnya di dalam RUEN tertulis, untuk mencapai sasaran pengembangan gas bumi, salah satu kegiatan yang dilakukan antara lain, mengurangi porsi ekspor gas bumi menjadi kurang dari 20% pada tahun 2025 dan menghentikan ekspor gas bumi paling lambat tahun 2036. Dengan menjamin penyerapan produksi gas dalam negeri untuk industri yang terintegrasi hulu-hilir, transportasi, dan sektor lainnya

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi menjelaskan, pemerintah sudah mempertimbangkan berbagai faktor dalam menetapkan kebijakan pelarangan ekspor gas pada 2036.

“Pertimbangan tersebut seperti meningkatnya permintaan gas domestik dari sektor ketenagalistrikan, pupuk, petrokimia, smelter, serta industri lainnya,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (13/2).

Bagi sektor hulu migas, jaminan adanya permintaan gas dalam negeri ini akan menggairahkan  investasi. Hal ini dapat terwujud jika proyeksi harga jual nantinya mampu mendukung keekonomian dan tingkat pengembalian investasi yang disusun dalam rencana pengembangan lapangan (PoD).

Baca Juga: Pertimbangkan Pasokan Bahan Baku, Pertalite Belum Akan Dihapus di Tahun 2024

SKK Migas mengingatkan, perlu diantisipasi sekiranya permintaan dalam negeri belum mampu menyerap keseluruhan produksi gas, seperti gas alam cair (LNG) pada waktu tertentu.

“Maka harus dilakukan kajian berbagai opsi yang paling optimal bagi penerimaan negara, keekonomian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), dan kelangsungan industri domestik,” ujar Kurnia.

Lantas dampaknya bagi sejumlah lapangan migas jumbo yang akan beroperasi selepas 2030, Kurnia menyatakan, prioritas gas bumi tersebut untuk dalam negeri dengan tetap memperhatikan keekonomian dari masing-masing lapangan migas. 

Nantinya harga gasnya akan diarahkan untuk disepakati secara business to business (B2B) dengan tetap mengoptimalkan penerimaan negara.

Saat ini pemerintah sedang getol mendorong integrasi gas dari hulu ke hilir.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menjelaskan,saat ini pemerintah tengah membuat strategi pengembangan gas dengan pendekatan integrasi hulu-hilir.

Jadi, pemerintah akan mengoneksikan pemasok gas (hulu) dengan manufaktur atau pabrik (hilir) yang siap menyerap produksi gas dari lapangan yang baru berproduksi. Dengan cara ini, permintaan akan lebih jelas. Cara ini juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penyerapan gas dalam negeri.

Baca Juga: Pengembangan Energi Baru Terbarukan di Dalam Negeri Sulit Terwujud, Ini Sebabnya

“Sebagai contoh, gas dari Andaman akan dihubungkan ke mana, misalnya ke industri pupuk,” ujarnya belum lama ini.

Adapun, pemerintah akan menempatkan strategi ini di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) untuk menghubungkan hulu-hilir dengan infrastruktur. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×