kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45910,90   9,51   1.05%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah siapkan subsidi DME dan harga khusus untuk hilirisasi batubara


Senin, 01 Maret 2021 / 10:02 WIB
Pemerintah siapkan subsidi DME dan harga khusus untuk hilirisasi batubara
ILUSTRASI. Pemerintah siapkan subsidi DME dan harga khusus untuk hilirisasi batubara


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah bakal menggelontorkan insentif untuk memuluskan proyek hilirisasi batubara. Selain royalti 0% yang ditegaskan dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan aturan turunannya, pemerintah juga menyiapkan harga khusus batubara untuk hilirisasi dan skema subsidi bagi produk Dimethyl Ether (DME) yang akan dipakai untuk substitusi LPG.

Gasifikasi batubara (coal to DME) itu akan ditopang oleh proyek yang sedang digarap PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero) dan Air Product. Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arief, menyatakan bahwa pemerintah sedang membahas harga khusus untuk batubara yang digunakan dalam hilirisasi di proyek tersebut. 

Pembahasan harga khusus tersebut akan segera rampung. "Khusus kerjasama PTBA-Pertamina-Air Product, setahu saya harga batubara sudah hampir beres," ungkap Irwandy kepada Kontan.co.id, Minggu (28/2).

Sayangnya, Irwandy belum membuka detail skema harga khusus batubara yang akan diberikan pemerintah untuk proyek gasifikasi. Yang jelas, harga khusus tersebut diklaim mempertimbangkan margin dan biaya proyek sehingga bisa meningkatkan kelayakan ekonomi gasifikasi batubara.

Baca Juga: Penjualan alat berat United Tractors (UNTR) diproyeksi naik di 2021

"Belum tahu finalnya (skema dan besaran harga khusus)," ungkap Irwandy.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyambut kebijakan tersebut. Menurutnya, insentif berupa skema harga khusus untuk hilirisasi diperlukan, guna memberi kepastian jangka panjang terhadap biaya bahan baku untuk hilirisasi batubara.

"Jadi harga khusus tersebut harus bisa menutup biaya penambangan tetapi juga tetap atraktif dan memberikan kepastian untuk pemrosesan batubara menjadi DME," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Senin (1/3).

Selain harga khusus, pemberian subsidi untuk pengembangan coal to DME juga dinilai perlu. Pasalnya, pemanfaatan DME bisa memberi keuntungan bagi pemerintah berupa penurunan subsidi dibandingkan dengan subsidi untuk LPG.

"Perihal berapa estimasi besaran bantuannya, sementara masih sedang kami kaji secara internal," ujar Hendra.

Baca Juga: Begini pengaruhnya bisnis Adaro Energy (ADRO) terkait harga minyak dunia yang naik

Yang perlu dicatat, sambungnya, subsidi untuk DME berbeda dengan subsidi untuk LPG yang sebagian besar masih dipasok melalui impor dari luar negeri. Sedangkan DME akan diproduksi di dalam negeri. "Sehingga dananya dinikmati oleh pihak-pihak di dalam negeri," ungkap Hendra.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan PTBA Apollonius Andwie mengatakan bahwa insentif maupun subsidi bakal berperan signifikan dalam mengakselerasi program hilirisasi batubara. Menurutnya, hal ini penting guna memperkuat ketahanan energi.

Hitung-hitungan terkait besaran subsidi tersebut masih dalam pembahasan. "Untuk hitungan masih ditindaklanjuti bersama-sama oleh PTBA, para mitra kerjasama dan juga pemerintah," sebut Andwie.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM, Sujatmiko, sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah masih membahas pemberian subsidi untuk DME. Kata dia, pemerintah pun sedang mengkaji skema penugasan ketika subsidi DME tersebut diberikan untuk mensubstitusi LPG.

"Untuk subsidi pemerintah sedang mempertimbangkan dan mengkaji penugasan. Kalau misalkan semua nanti secara total ekonomi menguntungkan negara, maka akan ada penugsan pemerintah. Dengan penugasan ini maka subsidi akan diberikan kepada DME yang dihasilkan dari batubara," kata Sujatmiko dalam acara daring yang digelar pekan lalu.

Meski pemerintah masih menggelontarkan subsidi, namun setidaknya pasokan DME dipasok dari industri di dalam negeri. Dengan begitu, subsidi pada LPG 3 kg bisa ditekan dan ada penghematan cadangan devisi dengan mengurangi impor LPG.

"Ketika DME mengganti LPG, kalau toh subsidi masih ada, tapi kita tidak mengimpor LPG dan tidak ada subsidi tambahan untuk gas melon," ujar Sujatmiko.

Pemberian subsidi ini sebelumnya juga sudah disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Maritim dan Investasi Septian Hario Seto. Pada akhir tahun lalu, Septian menyampaikan bahwa harus ada subsidi yang diberikan kepada produk DME yang akan mensubstitusi LPG.

Baca Juga: PTBA menanti aturan teknis untuk insentif royalti 0% hilirisasi batubara

Apalagi, harga LPG saat ini sedang dalam level terendah. Sehingga subsidi pun dibutuhkan agar DME sebagai produk pengganti bisa menjadi ekonomis. "Yang menjadi catatan dari hasil simulasi harga, untuk di harga LPG saat ini memang kita harus memberikan subsidi untuk produk DME. Karena harga LPG sekarang mungkin salah satu level harga terendah sepajang masa. Yang jadi pertanyaan tentu ini tidak selamanya akan sustainable," terang Septian dalam Indonesia Mining Outlook, Desember 2020 lalu.

Mengutip pemberitaan Kontan.co.id, sebelumnya Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin juga sudah mengungkapkan perlunya subsidi DME ini. Untuk membuat proyek dan produk DME menjadi kompetitif, Arviyan menilai perlu ada regulasi yang memungkinkan adanya pengalihan subsidi negara dari LPG ke DME.

"Dua-duanya mungkin memerlukan subsidi dari negara (LPG dan DME). Maka perlu payung hukum untuk bisa membolehkan pengalihan subsidi dari LPG ke DME. Kalau buat pemerintah ini kan masalah variable subsidi sama fix subsidi saja sebenarnya. Kalau LPG bisa naik turun, kalau DME akan fix," terang Arviyan dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI, Desember 2020 lalu.

Lebih lanjut, dia menyebut proyek DME ini penting sebagai substitusi LPG, sehingga bisa menekan impor. Pasalnya, impor LPG Indonesia mencapai sekitar 7 juta ton setiap tahun. Adapun, pabrik DME PTBA-Pertamina bersama Air Product ini memiliki kapasitas untuk menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun, yang ditargetkan bisa beroperasi komersial pda Triwulan II-2024.

Produksi dari proyek itu ditaksir mampu mengurangi impor LPG sebesar 1 juta ton. Dengan begitu, Arviyan menghitung bahwa proyek gasifikasi ini bisa menghemat neraca perdangan sekitar Rp 5,5 triliun per tahun.

Selanjutnya: Volume produksi diproyeksi membaik, simak rekomendasi saham Bukit Asam (PTBA)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×