Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
Hitung-hitungan terkait besaran subsidi tersebut masih dalam pembahasan. "Untuk hitungan masih ditindaklanjuti bersama-sama oleh PTBA, para mitra kerjasama dan juga pemerintah," sebut Andwie.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM, Sujatmiko, sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah masih membahas pemberian subsidi untuk DME. Kata dia, pemerintah pun sedang mengkaji skema penugasan ketika subsidi DME tersebut diberikan untuk mensubstitusi LPG.
"Untuk subsidi pemerintah sedang mempertimbangkan dan mengkaji penugasan. Kalau misalkan semua nanti secara total ekonomi menguntungkan negara, maka akan ada penugsan pemerintah. Dengan penugasan ini maka subsidi akan diberikan kepada DME yang dihasilkan dari batubara," kata Sujatmiko dalam acara daring yang digelar pekan lalu.
Meski pemerintah masih menggelontarkan subsidi, namun setidaknya pasokan DME dipasok dari industri di dalam negeri. Dengan begitu, subsidi pada LPG 3 kg bisa ditekan dan ada penghematan cadangan devisi dengan mengurangi impor LPG.
"Ketika DME mengganti LPG, kalau toh subsidi masih ada, tapi kita tidak mengimpor LPG dan tidak ada subsidi tambahan untuk gas melon," ujar Sujatmiko.
Pemberian subsidi ini sebelumnya juga sudah disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Maritim dan Investasi Septian Hario Seto. Pada akhir tahun lalu, Septian menyampaikan bahwa harus ada subsidi yang diberikan kepada produk DME yang akan mensubstitusi LPG.
Baca Juga: PTBA menanti aturan teknis untuk insentif royalti 0% hilirisasi batubara
Apalagi, harga LPG saat ini sedang dalam level terendah. Sehingga subsidi pun dibutuhkan agar DME sebagai produk pengganti bisa menjadi ekonomis. "Yang menjadi catatan dari hasil simulasi harga, untuk di harga LPG saat ini memang kita harus memberikan subsidi untuk produk DME. Karena harga LPG sekarang mungkin salah satu level harga terendah sepajang masa. Yang jadi pertanyaan tentu ini tidak selamanya akan sustainable," terang Septian dalam Indonesia Mining Outlook, Desember 2020 lalu.
Mengutip pemberitaan Kontan.co.id, sebelumnya Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin juga sudah mengungkapkan perlunya subsidi DME ini. Untuk membuat proyek dan produk DME menjadi kompetitif, Arviyan menilai perlu ada regulasi yang memungkinkan adanya pengalihan subsidi negara dari LPG ke DME.
"Dua-duanya mungkin memerlukan subsidi dari negara (LPG dan DME). Maka perlu payung hukum untuk bisa membolehkan pengalihan subsidi dari LPG ke DME. Kalau buat pemerintah ini kan masalah variable subsidi sama fix subsidi saja sebenarnya. Kalau LPG bisa naik turun, kalau DME akan fix," terang Arviyan dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI, Desember 2020 lalu.
Lebih lanjut, dia menyebut proyek DME ini penting sebagai substitusi LPG, sehingga bisa menekan impor. Pasalnya, impor LPG Indonesia mencapai sekitar 7 juta ton setiap tahun. Adapun, pabrik DME PTBA-Pertamina bersama Air Product ini memiliki kapasitas untuk menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun, yang ditargetkan bisa beroperasi komersial pda Triwulan II-2024.
Produksi dari proyek itu ditaksir mampu mengurangi impor LPG sebesar 1 juta ton. Dengan begitu, Arviyan menghitung bahwa proyek gasifikasi ini bisa menghemat neraca perdangan sekitar Rp 5,5 triliun per tahun.
Selanjutnya: Volume produksi diproyeksi membaik, simak rekomendasi saham Bukit Asam (PTBA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News