Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan kuota untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap untuk periode 2024-2028.
Kebijakan ini disambut positif oleh pengusaha, yang berharap kuota tersebut dapat dimaksimalkan oleh pelaku usaha PLTS lokal guna meningkatkan bisnis, sehingga dampak positif Energi Baru dan Terbarukan (EBT) bisa dirasakan bersama.
Penetapan kuota tersebut tercantum dalam Keputusan Dirjen Ketenagalistrikan Nomor 279.K/TL.03/DJL.2/2024 tentang Kuota Pengembangan Sistem PLTS Atap PLN Tahun 2024-2028.
Keputusan ini mengatur penetapan kuota yang terbagi menjadi 11 klaster daerah dengan besaran kuota yang meningkat setiap tahun. Pada 2024, kuota PLTS Atap ditetapkan sebesar 901 megawatt (MW), 2025 sebesar 1.004 MW, 2026 sebesar 1.065 MW, 2027 sebesar 1.183 MW, dan 2028 sebesar 1.593 MW.
Baca Juga: Investasi PLTS di Tanah Air Terhambat Kebijakan TKDN
PT PLN (Persero) diminta untuk menyusun kuota pengembangan PLTS Atap berdasarkan klaster yang telah ditetapkan, dan Dirjen Ketenagalistrikan dapat memerintahkan PLN untuk mengubah kuota pengembangan sistem PLTS Atap. PLN juga diwajibkan melaporkan dan mempublikasikan kuota pengembangan sistem PLTS Atap.
PT Sky Energy Tbk (JSKY) menyambut baik penetapan kuota PLTS Atap untuk periode 2024-2028. Direktur Utama Sky Energy, Jung Fan, berharap penetapan kuota ini memberikan kepastian proyeksi untuk pasar lokal.
Selain itu, ia menekankan perlunya pemerintah mengendalikan harga pasar PLTS lokal agar pelaku usaha PLTS tetap kompetitif menghadapi persaingan harga dengan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA).
"Harapannya dari kuota yang sudah ditetapkan bisa dimaksimalkan oleh pelaku usaha PLTS lokal untuk meningkatkan bisnis masing-masing, sehingga dampak positif EBT benar-benar dapat dirasakan bersama," kata Jung kepada KONTAN, Rabu (5/6).
Jung menambahkan bahwa sistem pelaporan akan menambah tugas pelaku usaha PLTS untuk melaporkan kuota yang akan dipakai. Ia berharap pelaporan tersebut transparan dan tidak terlalu rumit sehingga tidak menghambat rencana bisnis untuk pasar lokal.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Mada Ayu Habsari, menyatakan bahwa asosiasi sedang mendiskusikan usulan mengenai implementasi kuota PLTS Atap tersebut.
"Kami tentu dari asosiasi menyambut gembira karena akhirnya Dirjen Gatrik mengeluarkan keputusan orde gigawatt dari luota PLTS," jelasnya kepada KONTAN, Rabu (5/6).
Menurut Mada, kebijakan ini berdampak positif bagi industri PLTS, karena ada ketentuan jelas mengenai besaran PLTS Atap yang dapat dikerjakan oleh pelaku bisnis.
Baca Juga: Indonesia Tegaskan Komitmen Menuju Net Zero Emission pada 2060
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan bahwa secara keseluruhan kebijakan ini lebih jelas dibandingkan regulasi sebelumnya karena sudah ada kuota yang ditetapkan.
"Semoga baik untuk semuanya, untuk PLN dan pengembang PLTS," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (5/6).
Komaidi menyoroti bahwa di luar Jawa kebijakan ini relatif tidak ada masalah, namun di Jawa bisa menjadi masalah karena PLN sedang mengalami kelebihan produksi, sehingga ada potensi pendapatan yang hilang setara dengan PLTS yang diproduksi. Meskipun PLTS baik untuk mencapai target bauran energi, risiko terhadap BUMN seperti PLN perlu diperhatikan oleh pemerintah.
"Pemerintah berusaha mengakomodasi kepentingan PLN dan pengusaha, termasuk konsumen," tutur Komaidi.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, berharap jika kuota tahun ini bisa terpenuhi, maka kuota tahun depan dapat ditambah lagi.
Menurutnya, kebijakan ini tidak akan merugikan selama pelaksanaan kuota sesuai dengan ketentuan Permen ESDM No. 2 Tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News