Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Skema kenaikan tarif royalti batubara kembali berubah. Kali ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memunculkan formula baru dengan tidak menaikkan tarif royalti untuk batubara kalori rendah.
Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, pihaknya tengah memformulasikan perubahan tarif royalti batubara dengan melibatkan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). "Kami akan fokuskan rumusannya pada kenaikan royalti batubara kalori sedang dan kalori tinggi," kata dia di kantornya, Rabu (17/6).
Asal tahu saja, rencana kenaikan tarif royalti dengan merevisi PP Nomor 9 Tahun 2012 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sudah digulirkan pemerintah sejak setahun silam. Untuk peningkatan pendapatan tersebut, pemerintah akan menaikkan royalti batubara untuk izin usaha pertambangan (IUP) dari saat ini yang berlaku 3% untuk kalori rendah, 5% untuk kalori sedang, serta 7% untuk kalori tinggi.
Pertama kali, pemerintah mewacanakan akan menaikkan royalti menjadi 13,5% yang berlaku untuk seluruh jenis kalori. Tarif tersebut ditetapkan sebagaimana yang diberlakukan untuk perusahaan pemegang konsesi perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).
Namun, skema kenaikan royalti hingga lebih dari tiga kali lipat tersebut mendapatkan protes keras dari kalangan pengusaha tambang. Akhirnya, pemerintah mengubah formula dengan tetap mempertimbangkan kualitas kalori.
Ketika itu, pemerintah berencana menaikkan tarif royalti kalori rendah menjadi 7%, batubara kalori sedang menjadi 9%, serta kalori tinggi menjadi 13,5%. Skema ini pun masih mendapat protes pengusaha karena harga batubara sedang mengalami penurunan.
Belakangan, Kementerian ESDM kembali berubah sikap soal formula kenaikan royalti ini. Batubara kalori rendah tarifnya akan tetap berlaku sebesar 3%. "Kami belum tetapkan berapa naiknya, yang pasti untuk kalori sedang dari 5% akan naik menjadi 6% atau 7%, atau berapa sesuai hasil kajiannya," ujar Bambang.
Dia bilang, pemerintah urung menaikkan royalti rendah karena mempertimbangkan keekonomian tambang. Sebab, saat ini ongkos produksi batubara kalori rendah sudah mendekati harga jual sehingga bisa mengganggu kegiatan operasional perusahaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News