Reporter: Leni Wandira | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menanggapi kebijakan Pemerintah Provinsi Bali yang melarang produksi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah 1 liter melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Bali No. 09 Tahun 2025. Aturan tersebut dinilai perlu dikaji secara menyeluruh karena berpotensi berdampak luas pada ekosistem industri, perdagangan, dan tenaga kerja.
Seperti diketahui, sejumlah masyarakat adat, para pedagang asongan termasuk pedagang makanan dan minuman, para pemulung, industri daur ulang, serta pelaku industri AMDK merasa sangat dirugikan dengan adanya salah satu klausul dalam Surat Edaran Nomor 09 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang melarang produksi AMDK di bawah 1 liter.
Baca Juga: Kemenperin Akan Panggil Gubernur Bali, Bahas Larangan Produksi AMDK di Bawah 1 Liter
Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata Kemenko Perekonomian, Mohammad Rudy Salahuddin menegaskan, penyusunan kebijakan, baik di tingkat pusat maupun daerah, harus mempertimbangkan aspek teknis, sosial, ekonomi, dan lingkungan secara komprehensif.
“Kebijakan yang memiliki potensi dampak lintas sektor seperti industri AMDK memerlukan koordinasi dan sinkronisasi dengan pemerintah pusat. Tujuannya agar implementasinya optimal, diterima semua pihak, dan menghasilkan solusi yang berkelanjutan,” ujar Rudy dalam keterangannya, Rabu (13/8/2025).
Klausul larangan produksi AMDK di bawah 1 liter di Bali menuai reaksi dari masyarakat adat, pedagang asongan, pelaku UMKM kuliner, pemulung, industri daur ulang, hingga produsen AMDK. Mereka menilai aturan ini berisiko menekan pendapatan dan mengganggu rantai pasok industri.
Baca Juga: Penjualan AMDK Sariguna Primatirta (CLEO) Naik Dua Kali Lipat saat Ramadan
Menurut Rudy, kebijakan daerah yang mempengaruhi sektor industri perlu dibarengi sistem monitoring dan evaluasi yang ketat, agar potensi dampak negatif bisa diantisipasi. Selain itu, partisipasi aktif pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat juga penting untuk merumuskan “win-win solution” yang seimbang antara tujuan lingkungan dan keberlangsungan usaha.
Ia juga menyoroti pentingnya inovasi industri untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan regulasi dan preferensi konsumen, seperti pengadaan refill station, penggunaan kemasan ramah lingkungan, dan penguatan model ekonomi sirkular.
“Dengan dukungan semua pihak, pengelolaan sampah bisa efektif sekaligus menjaga daya saing industri,” pungkasnya.
Selanjutnya: Survei APJII: Hampir 98% Pemain Judol Tidak Mendapatkan Keuntungan
Menarik Dibaca: Mitra Grab Bisa Pinjam hingga Rp150 Juta, Begini Cara Pengajuan Pinjamannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News