kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pencampuran metanol dengan bensin berpotensi hambat pengurangan emisi gas rumah kaca


Kamis, 25 Maret 2021 / 16:26 WIB
Pencampuran metanol dengan bensin berpotensi hambat pengurangan emisi gas rumah kaca
ILUSTRASI. produksi methanol. Photographer: Doug Kanter/Bloomberg


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia kini tengah berupaya mendorong pengurangan impor bensin (gasoline) melalui sejumlah strategi termasuk lewat proyek gasifikasi batubara menjadi metanol, Saat ini tercatat, impor gasoline di tahun 2019 mencapai 119 juta barel, kemudian sempat turun menjadi 91 juta barel di tahun 2020, dan diperkirakan melonjak lagi jadi 140 juta barel di 2021.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan produk metanol dapat digunakan untuk pencampuran dengan gasoline demi mengurangi angka impor. "Pengurangan defisit gasoline dapat melalui pencampuran dengan metanol dan alkohol," ungkap Arifin beberapa waktu lalu.

Menanggapi rencana tersebut, Ketua Millennium Development Goals (MDGs) ITB Tirto Prakoso mengungkapkan penggunaan metanol berpotensi menghambat rencana pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

"Emisi dari kendaraan yang gunakan metanol dapat dikatakan sebagai karbon tidak netral dan sangat tinggi. Jadi kalau pemerintah punya misi kurangi GRK 29% di 2030 maka bukan akan mengurangi tapi menambah emisi," kata Tirto dalam diskusi virtual, Kamis (25/3).

Baca Juga: Ini penyebab pemerintah bakal eveluasi insentif gas US$ 6 per MMBTU untuk industri

Tirto menambahkan produk metanol yang dihasilkan dari energi fosil dalam hal ini batubara bakal menghasilkan gas rumah kaca 6,5 kali lebih tinggi daripada yang dihasilkan dari gas alam. Menurut Tirto, pemerintah perlu mengkaji kembali rencana penggunaan metanol untuk dicampurkan dengan gasoline.

Terlebih, saat ini tercatat di sejumlah negara Eropa telah menerapkan aturan dimana pencampuran metanol maksimum hanya 3% dicampurkan dengan bahan bakar. "Bahkan pada praktiknya dengan ketentuan itu negara-negara di Eropa pada akhirnya memilih tidak melaksanakan," jelas Tirto.

Tirto melanjutkan, pencampuran metanol dengan gasoline mempunyai sejumlah dampak negatif pada kendaraan. Antara lain, tingkat korosi yang tinggi, gangguan pada selang pembakaran hingga berdampak pada penggunaan pelumas yang berlebih. Penggunaan metanol sebagai campuran bahan bakar juga dinilai membuat kendaraan jadi lebih boros.

Asal tahu saja, pemerintah tercatat kini tengah mengkaji rencana penerapan metode A20 yakni Alkohol 20% yang terdiri dari metanol 15% dan etanol5%. Tirto mengharapkan pemerintah mengkaji kembali rencana ini. Apalagi dengan mendorong program ini artinya akan dibutuhkan pembangunan pabrik metanol baru.

"Kuncinya yakni di komitmen pemerintah untuk emisi GRK 29% di 2030. Kalau gunakan metanol artinya bangun pabrik dan gak mungkin operasi hanya setahun dua tahun tutup. Itu mau sampai kapan kita bergantung dengan energi fosil," lanjut Tirto.

Selanjutnya: Pengamat dorong sinergi kolaborasi agar produksi Blok Rokan terjaga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×