kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penerapan RED II akan turunkan ekspor sawit Indonesia


Minggu, 21 Januari 2018 / 17:23 WIB
Penerapan RED II akan turunkan ekspor sawit Indonesia
ILUSTRASI. Perkebunan Kelapa Sawit


Reporter: Abdul Basith | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Parlemen Uni Eropa (UE) telah bersepakat menyetujui proposal Renewable Energy Directive (RED) II. Proposal tersebut akan mengeluarkan penggunaan biodiesel yang terbuat dari minyak sawit.

Peraturan tersebut direncanakan akan berlaku pada tahun 2021. Minyak sawit tidak lagi digunakan dalam campuran biodiesel di Eropa karena penggunaannya untuk bahan makanan.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah Indonesia menyatakan kekecewaannya. Meski begitu pemerintah masih akan memonitor hasil akhir keputusan pemerintah UE. "Pemerintah akan terus memonitor perkembangan keputusan trilogue meeting yang merupakan tahap terakhir untuk penetapan RED II," ujar Direktur Pengamanan Perdagangan, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Ditjen Daglu), Kementerian Perdagangan (Kemdag), Pradnyawati kepada KONTAN akhir pekan lalu.

Keputusan parlemen UE merupakan putusan awal dari pengesahan proposal RED II. Sementara trilogue meeting yang merupakan tahap akhir berupa keputusan yang dibuat antara Parlemen Eropa, Komisi Eropa dan Dewan Eropa.

Pemerintah pun berupaya melawan keputusan tersebut. Pradnyawati bilang akan melakukan koordinasi dengan negara produsen kelapa sawit lain untuk melakukan langkah bersama untuk menolak keputusan tersebut.

Pradnyawati pun mengungkapkan kemungkinan pemerintah mengirimkan surat keberatan terhadap resolusi PE. Hal itu juga dengan mempertimbangkan pelaporan kasus ini ke organisasi perdagangan dunia (WTO). "Usulan Parlemen Eropa diskriminatif, bias dan tidak adil terhadap sawit," terangnya.

Upaya proteksi dari pemerintah terhadap biodiesel mengingat nilai ekspor minyak sawit yang tinggi ke UE sebelumnya. Keputusan menolak penggunaan minyak sawit dalam bahan baku biodiesel pun dinilai akan menurunkan ekspor minyak sawit ke UE.

Hal itu dikarenakan mayoritas minyak sawit yang diekspor ke UE digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Pradnyawati bilang 33% total ekspor minyak sawit digunakan untuk biodiesel.

Sebelumnya ekspor biodiesel Indonesia ke UE sudah menurun sejak 2013 hingga 2016. Pradnyawati bilang penurunan tersebut sangat drastis dari US$ 635 juta turun hingga hanya US$ 9 juta.

Penurunan tersebut disebabkan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang cukup besar oleh UE. Oleh karena itu daya saing biodiesel Indonesia turun.

Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita pun bilang telah melakukan pertemuan dengan pemerintah EU. Pertemuan tersebut memastikan agar tidak ada kampanye hitam terhadap minyak sawit Indonesia.

Sebelumnya berbagai kampanye negatif terhadap sawit terus dihembuskan mulai dari faktor kesehatan hingga lingkungan. Namun Enggar bilang bila minyak sawit dikenai larangan maka minyak nabati lain perlu mendapatkan perlakuan yang sama.

Selain upaya proteksi, Indonesia juga terus membuka pasar baru bagi ekspor minyak sawit. Pasar baru tersebut termasuk negara non tradisional.

Sebelumnya Direktur Eksekutif Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Iskandar Andi Nuhung bilang pembangunan industri hilir merupakan hal yang penting. Hal itu akan membuat Indonesia tidak tergantung ekspor minyak sawit.

Penerapan B-20 pun dapat meningkatkan penyerapan minyak sawit di dalam negeri. Namun, hal tersebut dinilai belum efektif dikarenakan belum banyak digunakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×