kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.907.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.212   -17,00   -0,10%
  • IDX 6.865   -12,86   -0,19%
  • KOMPAS100 999   -3,55   -0,35%
  • LQ45 764   -2,07   -0,27%
  • ISSI 226   -1,00   -0,44%
  • IDX30 393   -1,12   -0,29%
  • IDXHIDIV20 455   -0,68   -0,15%
  • IDX80 112   -0,32   -0,28%
  • IDXV30 114   0,03   0,02%
  • IDXQ30 127   -0,74   -0,58%

Penerbitan RKAB Jadi Setahun Sekali, Ini Catatan dari Pengusaha Tambang


Jumat, 04 Juli 2025 / 13:29 WIB
Penerbitan RKAB Jadi Setahun Sekali, Ini Catatan dari Pengusaha Tambang
ILUSTRASI. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww. Bahlil Lahadalia menyetujui usulan Komisi XII DPR RI untuk mengevaluasi aturan pengajuan RKAB bagi pemegang izin pertambangan mineral dan batubara.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyetujui usulan Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk mengevaluasi aturan pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) bagi pemegang izin pertambangan mineral dan batubara.

DPR mengusulkan mengembalikan masa berlaku RKAB menjadi satu tahun dari sebelumnya berlaku selama tiga tahun melalui sistem digital e-RKAB, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 25 Tahun 2024 yang merevisi PP Nomor 96 Tahun 2021.

Peninjauan dilakukan dengan menyelaraskan kondisi pasar sehingga menjaga keseimbangan antara produksi, kebutuhan industri, dan stabilitas harga. Hal ini dilakukan untuk mengatasi dampak negatif terhadap harga komoditas dan penerimaan negara.

Bahlil menilai skema tahunan lebih relevan dalam merespons fluktuasi harga dan permintaan pasar global, khususnya untuk komoditas batubara.

“Jadi menyangkut RKAB, memang kalau kita membuat satu tahun, nanti dikirain kita ada main-main lagi. Tapi mulai hari ini dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kita buat RKAB per tahunahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kita buat RKAB per tahun,” kata Bahlil dalam Rapat Kerja dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7).

Baca Juga: RKAB Diubah Jadi per Tahun, Pengusaha Batubara Minta Administrasi Tak Dipersulit

Menurut Bahlil, tata kelola pertambangan harus diperbaiki, baik komoditi batubara maupun mineral. Khususnya untuk komoditas batubara harganya saat ini sedang anjlok akibat kelebihan pasokan.

Meski total konsumsi batubara dunia mencapai sekitar 8-9 miliar ton, Bahlil merinci volume yang diperdagangkan hanya 1,2-1,3 miliar ton. Ia menambahkan, Indonesia berkontribusi sangat besar dalam perdagangan tersebut, dengan produksi ekspor batubara berada di kisaran 600-700 juta ton, sehingga hampir 50% pasokan batubara dunia berasal dari Indonesia.

Kelebihan pasokan ini, sambung Bahlil, terjadi akibat RKAB yang disetujui terlalu longgar dan tidak mempertimbangkan keseimbangan antara permintaan dan produksi.

"Akibat persetujuan RKAB jor-joran per tiga tahun, kita kesulitan menyesuaikan volume produksi batubara dengan kebutuhan dunia, sehingga harga terus tertekan," ujarnya.

Bahlil menilai anjloknya harga batubara tidak hanya memberatkan para penambang, tetapi juga menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya meninjau ulang aturan RKAB tiga tahunan.

"Penambang yang punya tambang harganya, mohon maaf sangat susah, PNBP kita pun itu turun akibat kebijakan yang kita buat bersama yakni membuat RKAB 3 tahun," tutur Bahlil.

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta peralihan kembali pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) bagi pemegang izin pertambangan mineral dan batubara dari selama tiga tahunan menjadi per tahun memberikan kepastian untuk menentukan kuantitas dan rencana ke depan.

"Dengan peralihan kembali satu  tahun artinya akan menambah proses administrasi. Tentunya kami berharap akan ada sosialisasi, sehingga tidak menyulitkan," kata Plt Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani kepada Kontan, Jumat (4/7).

Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia mengakui belum mengetahui secara detail rencana persetujuan RKAB menjadi per tahun.

"Sejauh ini belum disosialisasikan dengan pelaku usaha," kata Hendra kepada Kontan, Jumat (4/7).

Hendra menambahkan, bagi pelaku usaha RKAB satu atau tiga tahun semuanya baik asalkan proses dan pelaksanaannya sesuai dengan yang diinginkan baik oleh pemerintah maupun pelaku usaha.

Di sisi lain, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menanggapi terkait rencana pemerintah untuk mengembalikan masa persetujuan RKAB dari 3 tahun menjadi 1 tahun.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menilai langkah ini perlu dikaji ulang dari aspek efisiensi waktu, biaya, dan kapasitas evaluasi pemerintah.

Meidy menjelaskan, saat ini terdapat lebih dari 4.100 izin perusahaan pertambangan (3.996 IUP, 15 IUPK, 31 KK, 58 PKP2B) aktif di seluruh Indonesia. Jika masa RKAB kembali menjadi 1 tahun, maka ribuan perusahaan harus mengajukan persetujuan setiap tahun.

"Hal ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana mengevaluasi ribuan dokumen secara tepat waktu tanpa menghambat investasi, produksi, dan kontribusi industri tambang bagi perekonomian nasional?," kata Meidy dalam keterangan resmi, Kamis (3/7).

Lebih lanjut, Meidy bilang bahwa RKAB 3 tahun telah terbukti memberikan kepastian usaha dan efisiensi bagi pemerintah maupun perusahaan.

APNI pun memberikan beberapa masukkan konstruktif, di antaranya, pertama, pertahankan RKAB 3 tahun: sistem ini tidak perlu diubah kembali menjadi 1 tahun. Kepastian jangka menengah sangat vital bagi perencanaan investasi dan operasional perusahaan.

Kedua, tingkatkan pengawasan berbasis realisasi. Pemerintah dapat memperkuat evaluasi output realisasi produksi tahunan untuk memastikan kesesuaian antara target RKAB dengan permintaan riil pasar domestik dan global. Ini lebih efektif daripada mengubah periode RKAB.

Ketiga, menghapus revisi volume semester akhir. Sistem penyesuaian RKAB di akhir tahun berjalan sebaiknya dihentikan. Gantikan dengan mekanisme penyesuaian berbasis realisasi output tahunan untuk mencegah proyeksi berlebihan (over-optimistic) dan memungkinkan pemantauan yang lebih terukur.

Keempat, perkuat implementasi Permen ESDM No. 10/2023:. Peraturan yang sudah mengatur RKAB 3 tahun ini tidak perlu diubah. Fokus harus pada penguatan pengawasan untuk menjamin produksi sesuai ketentuan regulasi.

Kelima, evaluasi Kepmen ESDM No. 84/2023. Ketentuan produksi tidak boleh melebihi kapasitas tertinggi dalam Studi Kelayakan (Feasibility Study) perlu ditinjau ulang.

Pasalnya, aturan ini berpotensi mendorong perusahaan mengajukan kenaikan produksi secara agresif, berisiko menyebabkan overproduction bijih nikel – terutama saat permintaan smelter domestik stagnan atau menurun akibat pelemahan harga global dan kenaikan biaya produksi.

Baca Juga: Kementerian ESDM Buka Peluang Ubah RKAB Mineral dan Batubara Jadi Tahunan

Menurut Meidy, seringnya perubahan peraturan dan inkonsistensi kebijakan membawa ketidakpastian bagi investor. Hal ini menyulitkan pelaku usaha menyusun rencana investasi, pengembangan usaha, serta kepastian pasokan untuk hilirisasi nasional.

Untuk itu, kata Meidy, APNI mendorong pemerintah untuk menjaga konsistensi regulasi untuk kepastian hukum dan iklim investasi, membatasi perubahan kebijakan hanya pada hal yang sangat mendesak dan berbasis data, melibatkan asosiasi dan pelaku industri dalam penyusunan perubahan kebijakan agar sesuai kondisi lapangan.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menjelaskan, RKAB dulu dari tahunan menjadi 3 tahun karena dianggap proses persetujuannya berbelit,  lama dan menjadi beban administratif serta birokrasi bagi pelaku usaha, jadi kalau saat ini akan diubah lagi menjadi 1 tahunan, maka hal-hal tsb yang harus ada perbaikan dan jaminan oleh Pemerintah. 

"Secara umum sebenarnya memang lebih baik per 1 tahun karena akan lebih fleksibel dalam perencanaan, adaptif dengan kondisi makro termasuk fluktuasi harga serta juga pada aspek pengawasan dan pengendalian akan lebih terkontrol," ungkapnya kepada Kontan, Jumat (4/7).

Menurut Bisman, yang paling penting proses persetujuannya harus lebih simple, cepat dan ada jaminan kepastian agar tidak mengulang  keribetan tiap tahun seperti yang dulu.

Dari aspek harga komoditas akan lebih baik, karena produksi bisa dikendalikan secara lebih cepat sehingga harga komoditas lebih terjaga karena setiap ada kelebihan produksi Pemerintah bisa melakukan pengendalian dengan persetujuannya RKAB lebih cepat.

Bisman menambahkan, jika kembali satu tahun dengan perbaikan sistem dan kepastian proses persetujuan maka ini tidak menjadi beban bagi pengusaha, tetapi jika tidak penyederhanaan dan kepastian proses persetujuan jelas ini akan membebani dan berdampak pada investasi.

Baca Juga: Bahlil: Kementerian ESDM Buka Peluang Ubah RKAB Mineral dan Batubara Jadi Tahunan

Selanjutnya: Indeks LQ45 Turun Hampir 7% di Semester I-2025, Begini Potensinya pada Semester II

Menarik Dibaca: Dorong Gaya Hidup Sehat Sekaligus Peduli Bumi di Avoskin Trail Run 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×