Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis hasil survei terbaru penetrasi internet 2025. APJII memotret jumlah penduduk yang terkoneksi internet mencapai 229,42 juta jiwa atau setara dengan 80,66% dari total pupulasi Indonesia sebanyak 284,43 juta.
Ketua Umum APJII Muhammad Arif membeberkan tingkat penetrasi internet di Indonesia pada survei tahun ini meningkat 1,16% dibandingkan tahun 2024, yang kala itu berada di level 79,50%. Secara persentase, penetrasi internet di Indonesia tumbuh secara konservatif pada kisaran level 1,5% - 2%.
Lonjakan pernah terjadi ketika masa pandemi covid-19. Sejalan dengan peralihan dari aktivitas offline menjadi online, kala itu penetrasi internet melejit dari 64,80% pada tahun 2018 menjadi 73,70% pada tahun 2020. Penetrasi pengguna internet kembali mendaki ke level 77,01% pada tahun 2022.
Baca Juga: Enam Menteri Teken Komitmen Bersama, Lindungi Anak di Internet
"(Pertumbuhan) paling eksponensial itu ketika masa covid. Kalau sekarang ini kami prediksi sekitar 2% per tahun," ungkap Arif dalam konferensi pers yang diselenggarakan pada Rabu (6/8/2025).
Secara wilayah, survei yang dilaksanakan pada 10 April - 16 Juli 2025 ini memotret bahwa kontribusi Pulau Jawa masih dominan terhadap nilai agregat penetrasi internet di Indonesia, yakni mencapai 58,14%. Arif mengakui, masih ada tantangan untuk memperluas pemerataan akses internet ke daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T).
"Daerah 3T masih menjadi perhatian, karena bagaimana pun bagian dari masyarakat Indonesia yang harus mendapatkan pelayanan internet. Ini menjadi pekerjaan rumah bersama," kata Arif.
Sekretaris Umum APJII Zulfadly Syam menambahkan, pemerataan infrastruktur masih menjadi tantangan untuk meningkatkan penetrasi dan kualitas layanan internet di Indonesia. Zulfadly menyoroti perlunya sinergi antara pelaku industri dan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Zulfadly menilai perlu adanya insentif yang diberikan untuk pelaku industri atau Internet Service Provider (ISP) yang mau membangun jaringan internet di wilayah 3T. Opsi lainnya adalah menggunakan metode reward seperti pemberian relaksasi pajak.
Jika keduanya tidak bisa terpenuhi, maka pelaku industri memerlukan upaya proteksi dari pemerintah terkait persaingan usaha dengan provider lain maupun ISP ilegal. Hal ini penting agar pelaku industri yang membangun infrastruktur dan memperluas akses internet di daerah 3T bisa mendapatkan kepastian dari sisi pengembalian investasi.
"Apakah ada insentif atau relaksasi pajak. Kalau tidak bisa keduanya, paling tidak bagaimana memberikan regulasi yang memproteksi provider atau operator yang membangun di 3T. Misalnya dalam dua tahun tidak diganggu oleh perusahaan sejenis, itu akan memberikan keamanan dalam memperhitungkan business plan," terang Zulfadly.
Dihubungi terpisah, Pengamat Digital dan Telekomunikasi Heru Sutadi mengamini pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri. Penetrasi internet juga perlu dimaknai sebagai salah satu penggerak ekonomi digital hingga promosi wisata di daerah.
Baca Juga: Lelang Frekuensi 1,4 GHz Dibuka, Pemerintah Perluas Akses Internet Pita Lebar
Menurut Heru, perlu ada terobosan agar level pertumbuhan penetrasi internet tidak mengalami stagnasi. "Tapi pemerataan juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas, dari segi kecepatan maupun layanan umum, yang harus dilakukan secara bersamaan," kata Heru saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (6/8).
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengungkapkan kemungkinkan butuh 10 tahun - 15 tahun lagi bagi Indonesia untuk mencapai penetrasi internet mendekati 100%. Jika ada dorongan dari regulasi dan insentif yang tepat, penetrasi internet bisa berlangsung lebih cepat.
"Dengan berbagai program yang dimiliki pemerintah, harusnya bisa lebih cepat dua hingga tiga kali lipat. Tapi sayangnya, kasus korupsi hingga regulasi membuat penetrasi internet berjalan lebih lambat," kata Huda.
Namun, Huda mengingatkan bahwa penetrasi dan peningkatan kualitas internet hanya salah satu tantangan. Pekerjaan rumah yang juga penting adalah meningkatkan literasi digital. "Masih cukup rendah literasi digital, jadi tidak dapat memanfaatkan internet dengan optimal," tandas Huda.
Selanjutnya: SMGR dan Asatu Realty Bangun 500 Rumah dengan Bata Interlock di Cianjur
Menarik Dibaca: Hingga Juli, Railink Catat 4 Juta Penumpang Naik KA Bandara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News