Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pengamat menilai aturan baru terkait tarif ojek online (ojol) bersifat politis. Karenanya, diharapkan Kementerian Perhubungan lebih berfokus pada tugas utamanya yakni memperbaiki transporatasi massal.
Djoko Setijowarno, Pengamat Transportasi menjelaskan bahwa keluarnya aturan baru terkait biaya jasa ojol hanya sekedar membantu lantaran dalam PM 12/2019 juga diatur mengenai biaya jasa. Namun, hal tersebut juga turut dinilainya berlebihan.
Baca Juga: Gojek hari ini sudah naikan tarif di 88 kota
"Karena motor jelas bukan angkutan transportasi umum, jadi aturan ini agak berbau politis," ujarnya kepada kontan.co.id, Jumat (9/8).
Ia juga menilai sebetulnya dari aturan tersebut ada rasa dilematis. Menurutnya, pengguna ojol bukan dari kalangan menengah atas melainkan menengah ke bawah. Karenanya, dengan penyesuaian tarif pengguna beralih menggunakan moda transportasi. Namun, apabila tidak ada penyesuaian ia mengkhawatirkan kesejahteraan para mitra ojol.
Djoko menilai, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) lebih fokus pada perbaikan angkutan massal yang turut melibatkan para mitra driver dalam program tersebut. Ia juga mengungkapkan bahwa lagipula masa keemasan ojol mulai hilang lantaran kelebihan supplai dibandingkan permintaan.
"Jadi kalau dulu kan driver diiming-imingi penghasilan Rp 8 juga, tapi sekarang mana bisa dengan semakin banyaknya driver," tuturnya.
Baca Juga: Tarif baru Gojek dan Grab diperluas ke 82 kota lagi
Dari sisi mobil sendiri, juga para driver enggan mobilnya menggunakan plat kuning atau stiker sehingga disebutnya persoalan rumit.
Karenanya, ia terus menegaskan harapannya pada Kemenhub untuk lebih memprioritaskan tugas utamanya yakni memperbaiki transportasi massal yang dinilai dalam 5 tahun terakhir tak terurus. Selain itu, ia melihat dari sisi mitra driver untuk tidak menjadikan profesi tersebut sebagai yang utama. "Kalau sampingan masih bisa," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News