Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi meminta SKK migas menindak tegas Petronas Carigali Muriah Ltd agar segera membayar penalti terkait penutupan sumur gas di Lapangan Kepodang, Blok Muriah, Jawa Tengah tahun lalu.
Pasalnya akibat penutupan itu PT Kalimantan Jawa Gas (KJG) mengalami kerugian lantaran pasokan gas yang diterima dari Petronas sejak 2015 selalu di bawah kontrak.
"Nyatanya Petronas tidak mau bayar, maka penyelesaiannya melalui International Arbitrage. SKK Migas mestinya memberikan sanksi kepada Petronas tidak diperbolehkan lagi eksplorasi dan eksploitasi di hulu Migas karena wanprestasi,” tegas Fahmy dalam keterangannya, Selasa (17/3).
Baca Juga: Ledakan terjadi di wilayah operasi perusahaan patungan Petronas-Saudi Aramco
Sesuai Gas Transportation Agreement (GTA), jumlah gas yang harus disalurkan Petronas ke Pipa Kalija I milik KJG mulai dari tahun 2015 sebesar 104 mmscfd dengan ketetapan Ship or Pay (SOP). Namun Petronas tidak pernah memenuhi ketentuan penyaluran gas yang telah disepakati itu.
Rinciannya, pada tahun 2015 realisasi penyaluran gas hanya 86,06 mmscfd, tahun 2016 hanya 90,37 mmscfd, dan pada 2017 hanya sebesar 75,64 mmscfd. Sesuai kesepakatan kedua pihak, jika gas yang disalurkan tidak memenuhi kontrak maka Petronas akan membayarkan penalti. Nilainya dihitung sesuai mekanisme yang disepakati dua pihak.
Lantaran pasokan gasnya selalu di bawah target, Petronas pun terkena penalti. Total selama tiga tahun nilai penalti yang mesti dibayar Petronas kepada KJG sebesar US$ 33,2 juta atau sekitar Rp 460 miliar. Nilai denda ini belum memperhitungkan penyaluran gas tahun 2018 dan 2019 yang juga dibawah kontrak.
"Mestinya Petronas membayar penalti yang disepakati dalam kontrak kepada KJG. Kalau tidak mau bayar penalti, penyelesaiannya melalui International arbitrage, yang butuh waktu lama,” tegas Fahmy.
Baca Juga: Kasus Blok Muriah, pengamat: Petronas harus patuhi kontrak
Petronas Carigali menutup produksi sumur Lapangan Kepodang pada tahun 2019, lantaran produksi gas diklaim terus menurun.
Penutupan produksi itu berdampak meluas. Karena KJG sudah memiliki kontrak di hilir dan sudah membangun infrastruktur dengan investasi besar, penutupan itu merugikan banyak pihak.
Tidak mudah juga bagi KJG, yang juga anak usaha PT Perusahaan Gas Negara (PGN), untuk mendapatkan pasokan pengganti.