Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Fahmy khawatir, jika denda dan wan prestasi tidak diselesaikan oleh Petronas bisnis di hilir dan midstream akan bisa runyam, karena tidak ada kepastian hukum. Infrastruktur pipa gas sudah dibangun, sementara gas yang sebelumnya dijanjikan sesuai kontrak ternyata tidak disalurkan.
“Jika tidak tuntas, bisnis midterm dan hilir bisa negatif, karena tidak ada kepastian hukum,” tegas Fahmy.
Sementara itu, Pengamat energi yang juga Guru Besar Universitas Indonesia Iwa Garniwa menilai, kegagalan pengiriman gas sesuai kontrak kesepakatan, seharusnya tidak boleh terjadi. Pasalnya, jika menyalahi kontrak, salah satu pihak tentu akan dirugikan, dalam hal ini PGN.
Baca Juga: Pemerintah targetkan tahun 2030 lifting minyak bumi kembali 1 juta barel per hari
Menurut Iwa, apa yang tertuang di kontrak tentu harus disepakati, termasuk skema denda jika terdapat ketidaksesuaian dalam hal pengiriman pasokan gas yang telah disepakati. Jika tidak dipatuhi, menjadi preseden buruk sisi bisnis migas di tanah air. Apalagi jika pemain nasional yang dirugikan.
“Karena kalau tidak diselesaikan secara hukum, maka tentunya akan merusak bisnis dan kepastian migas di sektor hilir, yang cenderung merugikan pihak kita,” tegas Iwa.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengatakan, pada 31 Januari Petronas Carigali telah bersepakat untuk mengalihkan 80 % hak partisipasi production sharing contract (PSC) Muriah.
Kini, Saka Energi menjadi operator blok gas di wilayah kerja yang berlokasi di Lapangan Kepodang, lepas pantai Jawa Timur tersebut dengan kepemilikan 100%.
“Petronas Carigali tetap bertanggung jawab atas kewajiban yang timbul sebelum pengunduran dirinya sebagai operator dan penyerahan kepemilikannya atas 80 % hak partisipasi,” jelas Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News