Reporter: Hans Henricus |
JAKARTA. Pengembangan tanaman jarak pagar sebagai bahan bakar nabati alias biofuel masih menghadapi banyak kendala. Salah satunya adalah kelangkaan bibit unggul tanaman yang bernama latin jatropa curcas L itu.
Direktur Tanaman Tahunan Kementerian Pertanian (Kementan) Rismansyah Danasaputra mengakui, pihaknya menghadapi kendala saat mencari bibit unggul yang memiliki produktivitas tinggi. "Kami kesulitan menemukan bibit unggul sehingga bisnis jarak pagar belum bisa mencapai tingkat keekonomiannya," jelasnya kepada KONTAN, Kamis (24/2).
Ketiadaan bibit jarak unggul itulah yang membuat bisnis jarak pagar belum banyak dilirik investor. Rismansyah bilang, jika bibit tanaman jarak pagar yang didambakan itu tersedia bisnis tersebut akan menguntungkan. Selanjutnya, ia yakin, bisnis jarak pagar bakal menjadi incaran investor. Sampai saat ini, tim riset Kementan masih berupaya melakukan penelitian dan ujicoba untuk menghasilkan bibit unggul tersebut.
Dalam hitungan Kementan, produktivitas jarak pagar per hektare masih sangat rendah, apalagi jika dibandingkan dengan tanaman kelapa sawit yang juga bisa diolah menjadi biodiesel.
Menurut riset Kementan tersebut, produktivitas tanaman jarak pagar hingga sekarang ini baru mencapai 10 ton per hektare per tahun. Sementara, tingkat rendemen atau kadar minyak yang terkandung di dalam tanaman jarak hanya sekitar 25%. Artinya, setiap satu hektare lahan jarak baru menghasilkan biodiesel sebanyak 2,5 ton.
"Untuk mencapai tingkat keekonomiannya, dibutuhkan rendemen setidaknya 40%," jelas Rismansyah. Dengan rendemen 40%, diharapkan produktivitas minyak jarak bisa mencapai empat ton per hektare, per tahun.
Melihat perkembangan hasil penelitian bibit unggul tim riset di Kementan, Rismansyah yakin, Kementan bisa menghasilkan bibit unggul tanaman jarak dambaan pebisnis. Sayangnya, Rismansyah belum bisa menyebutkan kapan bibit tersebut akan bisa dihasilkan dan kapan bisa di tanam secara massal.
Sambil terus mengembangan bibit unggul jarak pagar, Kementan juga terus berusaha untuk memperluas lahan baru bagi tanaman jarak ini. Tahun ini, Kementan menargetkan, luas areal tanam jarak pagar akan mencapai 12.000 ha, atau meningkat 20% dari sekitar 10.000 ha pada tahun lalu. "Penambahan lahan per tahun kami targetkan rata-rata 2.000 sampai 3.000 hektare," jelas Rismansyah.
Selama ini, budidaya dan pengembangan tanaman jarak pagar telah dilakukan di sejumlah daerah. Antara lain di Kabupaten Muko Muko, Provinsi Bengkulu, dengan luas lahan 140 ha, serta di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Bahkan, menurut Tribunenews, NTT juga sudah memiliki Jatropha Center, sebuah lembaga pusat budidaya jarak yang didirikan oleh Yayasan Dian Desa bersama Apex Japan tahun 2010 lalu.
Selain meningkatkan luas lahan, Kementen juga menargetkan, produksi minyak jarak akan mencapai 20.000 ton pada tahun ini. Target tersebut dipatok lebih tinggi dibandingkan target produksi tahun lalu sebesar 15.000 ton. Sayangnya, Rismansyah tidak bisa menyebutkan realisasi produksi tahun 2010 lalu.
Namun demikian, ia yakin, masa depan bisnis jarak pagar masih akan cerah. Pasalnya, harga minyak yang mengunakan tanaman yang bisa dikonsumsi sebagai bahan baku akan makin mahal. Ia bilang, banyak investor yang telah mengincar bisnis minyak jarak. Salah satunya grup Medco.
Toh, kapan realisasi rencana Medco itu masih belum jelas. Soalnya, beberapa waktu lalu Sofyan Panigoro, Chief Executive Director PT Metra Duta Lestari, anak usaha Medco Group justru menyatakan, pihaknya belum begitu tertarik menekuni bisnis ini. Sebab, pengembangan bisnis jarak pagar masih terganjal berbagai kendala. Salah satunya kesulitan saat proses panen.
Herlina Kartika Dewi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News