kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha di Batam menjerit aturan impor ponsel


Rabu, 02 Januari 2013 / 12:18 WIB
Pengusaha di Batam menjerit aturan impor ponsel
ILUSTRASI. Wisatawan melakukan scan QR Code sertifikat vaksin COVID-19 melalui aplikasi PeduliLindungi di Uluwatu, Badung, Bali, Senin (13/9/2021). Sudah vaksinasi tapi sertifikat vaksin belum muncul juga? Ini solusi dari Kemenkes. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo.


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

BATAM. Di tengah pesta kembang api dan gegap-gempita menyambut tahun baru 2013 ini, kota Batam justru mendapat kado tahun baru yang diklaim merugikan pengusaha Batam.Kado itu bernama aturan impor telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet yang mulai berlaku mulai awal tahun 2013.

Aturan yang diteken Menteri Perdagangan Gita Wirjawan tersebut, tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82/M‑DAG/PER/12/2012 yang mengatur tata cara impor ketiga produk tersebut.

"Aturan ini diterbitkan guna mendukung Kesehatan, Keamanan, Keselamatan dan Lingkungan (K3L), serta industrialisasi telepon seluler dan komputer di masa yang akan datang," kata Gita di Jakarta, (31/12/2012).

Salah satu poin penting dalam regulasi itu adalah, tentang pelabuhan laut dan udara yang boleh mengimpor ponsel, komputer genggam dan tablet. Untuk pelabuhan laut, yang diperbolehkan adalah Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, dan Soekarno‑Hatta di Makassar.

Sedangkan untuk pelabuhan udara adalah adalah Polonia di Medan, Soekarno‑Hatta di Tangerang, Ahmad Yani di Semarang, Juanda di Surabaya, dan Hasanuddin di Makassar.

Permendag 82 yang diteken tanggal 31 Desember itu berlaku 1 Januari 2013. Toleransi hanya diberikan kepada IT‑Produk Tertentu yang dikapalkan dari negara asal sebelum tanggal 1 Januari 2013 dan tiba di pelabuhan tujuan paling lambat tanggal 28 Februari 2013.

Tentu saja ketentuan ini berpotensi membuat kisruh lagi karena hingga saat ini, status kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau FTZ sampai saat ini belum jelas. Ketua Afeksi Kepri, Daniel Burhanuddin mengatakan, hingga saat ini, antara pengusaha dengan pemerintah masih beda tafsir tentang status FTZ.

Pengusaha menafsirkan, UU FTZ maupun peraturan pemerintah yang mengatur tentang FTZ Batam, Bintan dan Karimun (BBK), kawasan ini belum dihitung sebagai impor karena dalam aturan itu disebutkan bahwa kawasan FTZ adalah kawasan non-pabean yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu, barang-barang yang masuk ke wilayah BBK hanya dicatat sebagai impor tetapi bukan barang impor. Karenanya, bila barang tersebut dibawa ke wilayah pabean, baru diberlakukan ketentuan impor.

Sementara, pemerintah menganggap, bahwa setiap barang yang masuk tetap diberlakukan sama dengan daerah pabean lainnya. Hal inilah yang menimbulkan kisruh ketika pihak Bea dan Cukai menahan impor sayur-sayuran ke Batam, beberapa waktu lalu.

"Ini kado tahun baru yang buruk bagi Batam. Bisa heboh lagi nanti di pelabuhan kalau pemerintah daerah tidak segera meminta penjelasan kepada Menteri Perdagangan," kata Daniel kepada Tribun,.

"Tahun dulu juga begitu, ketika pemerintah merazia barang-barang yang tidak berlogo SNI (Sertifikat Nasional Indonesia). Apa kita akan begini terus?" katanya kesal.

Daniel meminta pemerintah daerah dan dewan kawasan untuk berani menyelesaikan masalah ini di Jakarta, sebab hampir setiap tahun selalu ada masalah tentang FTZ. Antara aturan yang satu dengan yang lain selalu bertabrakan dan selalu saja menimbulkan multi-tafsir.

"Herannya, pemerintah daerah kita membiarkan saja seolah-olah tidak mengerti bahwa hal ini masalah yang penting. Sebab, dampaknya besar bagi perekonomian Batam," kata Daniel.

Salah satu dampak itu adalah mengurangi daya tarik Batam sebagai kawasan wisata belanja. Masyarakat dari daerah lain tahu, bahwa barang-barang elektronik di Batam ini lebih murah dibanding daerah lain sehingga mereka tidak perlu lagi ke Singapura untuk belanja.

Apalagi, sudah ada ketentuan Kementerian Keuangan tentang batas barang yang bisa dibawa harganya di bawah US$ 250. "Aturan baru Mendag ini jelas membunuh pedagang elektronik di Nagoya," tegasnya. (Tribun Batam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×