Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian menyatakan saat ini sejumlah pengusaha mulai berhati-hati menjual produk sawitnya ke Eropa menjelang diterapkannya Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation-free Regulation/EUDR) di 2025.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian, Setia Diarta menyatakan saat ini terjadi penurunan nilai ekspor biodiesel hingga 70% dari 2022 ke 2023.
"Namun penurunan nilai ini karena harga komoditasnya menurun, tetapi secara volume ekspor biodiesel meningkat," ujarnya ditemui di sela acara Seminar Tantangan Industri Bioenergi di Jakarta, Selasa (27/2).
Baca Juga: Regulasi Bebas Deforestasi (EUDR) Membuat Ekspor Biodiesel ke Eropa Merosot 70%
Penurunan ini salah satunya juga dipengaruhi sentimen akan dilaksanakannya kebijakan baru EUDR di Benua Biru.
"Ketika mau diterapkan ada rasa was-was," ungkapnya.
Dia menilai, Indonesia tentu tidak bisa menolak kebijakan yang dibuat oleh negara lain sehingga mau tidak mau harus patuh. Meski begitu, Pemerintah Indonesia bersama Malaysia berusaha bernegosiasi dengan Uni Eropa untuk menunda pelaksaan EUDR.
Melansir laman resmi Kemenko Bidang Perekonomian, pada Agustus 2023 lalu Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa sepakat untuk membentuk Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) EUDR untuk mengatasi berbagai hal terkait pelaksanaan kebijakan yang akan dihadapi Indonesia dan Malaysia.
Gugus tugas tersebut juga dibentuk untuk mengidentifikasi solusi dan penyelesaian yang terbaik terkait implementasi EUDR. Ad Hoc Joint Task Force on EUDR akan menyelesaikan tugasnya pada akhir tahun 2024 dengan kemungkinan diperpanjang berdasarkan kesepakatan bersama.
Selain itu, pemerintah juga akan berusaha memfasilitasi pengusaha khususnya perusahaan skala kecil memenuhi EUDR. Salah satunya menurunkan biaya untuk mendapatkan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Jalan yang bisa ditempuh untuk memangkas biaya tersebut dengan menyederhanakan proses ketika sertifikasi, tanpa mengurangi kualitas proses audit.
Dalam pelaksanaannya nanti, penyederhaan proses sertifikasi akan melihat proses bisnis secara keseluruhan terlebih dahulu.
Bisa saja nanti industri skala kecil melakukan self assesment untuk pemenuhan satu komponen, misal tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).
"Kalau TKDN self assesment bisa dilakukan di industri kecil. Kalau gini kan lebih murah. Tentu nanti akan berbeda pelaksanaannya untuk industri menengah dan besar," tandasnya.
Baca Juga: Harga Minyak CPO Mulai Menghijau, Bagaimana Prospek ke Depan?
Dia menceritakan, pemenuhan prasyarat EUDR tidak semudah yang dibayangkan. Ada perusahaan sawit yang membutuhkan waktu 5.000 jam untuk memenuhi satu dokumen saja Usaha besar ini yang dinilai Setia harus diketahui Eropa.
"Bahwa untuk memenuhi regulasi EUDR ini tidak sesederhana itu," tegasnya.
Kemenperin berharap untuk meningkatkan sertifikasi ISPO, revisi Peraturan Presiden (Perpres) 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dapat segera rampung.
Dalam catatn Ditjen Perkebunan Januari 2023, jumlah perkebunan kelapa sawit nasional yang mendapatkan sertifikasi ISPO (ISPO HULU) per Oktober 2022 sebanyak 769 sertifikat.
Perinciannya, perkebunan besar swasta 672 sertifikat untuk 3,40 juta Ha, perkebunan besar negara 65 sertifikat (255.548 Ha), dan perkebnan rakyat 32 sertiikat (20.910 Ha).
Untuk perkebunan rakyat telah terealisasi untuk koperasi sebanyak 15 sertifikat, KUD 7 sertifikat, Bumdes 2 sertiikat, Asosiasi/Gapoktan 8 sertifikat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News