kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha perkebunan makin merana


Selasa, 07 Mei 2013 / 18:28 WIB
Pengusaha perkebunan makin merana
ILUSTRASI. Inilah harga mobil bekas Datsun Go Panca murah dari Rp 50 jutaan per November 2021. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.


Reporter: Handoyo, Uji Agung Santosa | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Perusahaan perkebunan makin terjepit. Dua aturan pembatasan kepemilikan lahan dan moratorium izin baru di hutan primer dan lahan gambut akan semakin mempersulit gerak langkah perusahaan kebun memperluas lahan produksi mereka.


Aturan pembatasan kepemilikan lahan kebun oleh grup perusahaan maksimal 100.000 ha masuk dalam revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan yang kabarnya keluar bulan ini.


Sedangkan moratorium izin perkebunan baru ada dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 tahun 2011 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut yang berakhir 20 Mei 2013, yang sepertinya juga akan diperpanjang.


Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto bilang, sebenarnya sampai saat ini keputusan memperpanjang atau tidak moratorium izin baru hutan primer dan lahan gambut belum ada.


Namun apakah ada kemungkinan aturan itu dihentikan? Kuntoro menjawab," Kemungkinan selalu ada, walau kecil," katanya ke KONTAN, Senin (6/5). Dia mengakui adanya dua aturan itu akan membuat ekspansi perusahaan perkebunan terhenti.


Kemungkinan diperpanjangnya moratorium izin hutan primer dan lahan gambut diungkapkan Petrus Gunarso, Direktur Program Tropenbos Indonesia. "Dari pertemuan kemarin, disepakati untuk dilanjutkan," katanya.


Tropenbos adalah LSM yang yang bergerak dalam pelestarian hutan yang sering diikutsertakan dalam pembahasan moratorium. Petrus mengaku kesepakatan melanjutkan moratorium diambil dalam pertemuan UKP4 dan Menteri Lingkungan Hidup. "Menhut tidak datang. Kepastian masih menunggu presiden," katanya.   


Gambut bisa dikelola


Dua beleid itu tentu membuat pengusaha perkebunan ketar-ketir. Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono bilang, bila moratorium diperpanjang maka ada potensi kehilangan produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) 1,5 juta-2 juta ton lima tahun mendatang.


Jangka waktu lima tahun diperhitungkan atas mulai menghasilkannya tanaman kelapa sawit baru. "Dampak penerapan moratorium terasa dalam lima tahun yang akan datang," katanya.


Oleh karena itu Joko meminta agar moratorium tidak dilanjutkan, terutama untuk lahan gambut. Apalagi para ahli gambut secara tegas telah membuktikan kalau lahan gambut bisa dikelola untuk pertanian dan perkebunan  dengan sistem manajemen yang baik. Joko juga menuding aturan itu tumpang tindih dengan Undang-Undang nomor 41 tentang kehutanan.


Penolakan juga diungkapkan Asmar Arsjad, Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo). "Petani juga dirugikan dengan kondisi tersebut," ujarnya. Moratorium telah membuat ekspansi lahan kebun sawit terhambat. Bila sebelum moratorium rata-rata penambahan perkebunan sawit 500.000 ha per tahun turun menjadi 100.000 ha per tahun


Permintaan agar pemerintah membuka moratorium untuk lahan gambut dikatakan Ketua Umum Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Manggabarani. Menurutnya moratorium izin hutan primer perlu dilanjutkan, namun untuk lahan gambut dengan kedalaman maksimal 3 meter tidak benar kalau di moratorium.


"Lahan itu bisa dipergunakan untuk perkebunan, hortikultura, serta tanaman lain mengingat lahan nongambut terbatas," katanya.                

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×