Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kemenhut RI) memastikan bahwa produk pelet kayu atau wood pellet asal Indonesia jika diekspor disertai dengan dokumen V-Legal/Lisensi FLEGT maka telah memenuhi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK). Itu artinya, produk wood pellet tersebut dijamin berasal dari sumber yang legal, berkelanjutan, dan sepenuhnya mematuhi hukum di Indonesia.
Hal ini disampaikan Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (BPPHH) Kementerian Kehutanan Erwan Sudaryanto dalam pertemuan dengan Biomass Sustainability Working Group Board Member of METI (Ministry of Economy, Trade, and Industry Jepang) Takanobu Aikawa dan COE Lead for Biomass and Biofuel Control Union Asia Pasific Region Jiro Omura di kantor Kementerian Kehutanan beberapa waktu lalu.
Pertemuan tersebut digelar menyusul merebaknya isu yang diembuskan oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bahwa pengembangan industri wood pellet telah mengakibatkan deforestasi.
Baca Juga: Masih Butuh Pembukaan Lahan, Kemenhut Tetap Jalankan Skema Net Zero Deforestation
Dalam sambutannya, Erwan mengatakan, Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan memiliki komitmen besar untuk terus menjalankan SVLK. Dengan memenuhi SVLK, Pemerintah menjamin bahwa produk kayu berasal dari tempat yang sah dan berkelanjutan.
“Pemerintah punya komitmen untuk menjaga bahwa produk hasil hutan berasal dari izin yang sah dan tidak deforestasi melalui SVLK,” tegas Erwan dalam sambutannya seperti dikutip Kamis (4/9).
Kepala Subdit Sertifikasi dan Pemasaran Hasil Hutan Kemenhut Tony Rianto menambahkan, skema SVLK tidak hanya melingkupi satu aspek legal, namun ada aspek sosial, ekologis, dan aspek bisnis.
Industri pengolah hasil hutan yang menerima bahan baku yang sudah bersertifikat SVLK, artinya secara ekologis maupun ekonomis sudah terjamin kelestariannya. “SVLK Indonesia menjamin bahwa wood pellet berasal dari sumber legal, lestari, dan mendukung transisi energi bersih. Ini adalah upaya pemerintah untuk menjaga hutan dan menghindarkan deforestasi,” kata Tony.
Seperti diketahui, Pemerintah telah merilis regulasi mengenai SVLK sejak 2009 lalu. Ada enam kerangka kerja keberlanjutan SVLK. Pertama, legalitas, menjamin semua produk kayu dan turunannya berasal dari sumber yang sah sesuai regulasi Indonesia. Kedua, transparansi dan traceability dengan menerapkan sistem dokumentasi yang memastikan asal-usul kayu dapat ditelusuri hingga sumbernya.
Ketiga, kepatuhan standar internasional. SVLK diakui dunia internasional melalui standar ISO 17065:2012, ISO 19011:2018, dan FLEGT VPA dengan Uni Eropa. Keempat, keterlibatan multi pihak, yakni dengan membangun partisipasi pemerintah, pelaku usaha, lembaga sertifikasi, pemantau independen, dan masyarakat sipil.
Kelima, mendukung keberlanjutan lingkungan, SVLK mengurangi risiko deforestasi ilegal, mendukung konservasi, dan memastikan hutan tetap produktif serta lestari.
Keenam, daya saing global. SVLK menjadi instrumen utama untuk menjawab isu perdagangan hijau, EUDR, serta memperkuat akses pasar internasional.
Selain mengatur mengenai SVLK, Kementerian Kehutanan juga telah menyusun manajemen pemanfaatan hutan. Dari luas daratan Indonesia sebesar 191,4 juta hektare, luas kawasan hutan mencapai 125,7 juta hektare. Dari luas kawasan hutan tersebut, Kementerian Kehutanan membaginya ke dalam beberapa fungsi hutan, antara lain hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
“Hutan lindung dan konservasi sama sekali tidak diperbolehkan untuk penebangan kayu, Pelaku usaha diberikan perizinan di hutan produksi maupun area penggunaan lain (APL) untuk memanfaatkannya melalui perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) dan skema yang sah lainnya. Jadi, tidak setiap penebangan pohon berarti deforestasi,” tegas Tony.
Selanjutnya: Harga Minyak Ditutup Melemah, Terseret Lonjakan Stok Minyak AS dan Rencana OPEC+
Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Hari Ini Jumat 5 September 2025: Karier & Keuangan Cancer Awas!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News