Reporter: Dani Prasetya |
JAKARTA. Penurunan tarif impor yang berlaku di lingkup negara anggota ASEAN tidak memberikan keuntungan bagi industri Indonesia. Sebab, pemberlakukan tarif Common Effective Preferential Tariff (CEPT) justru malah memperbesar defisit neraca perdagangan Indonesia.
Dirjen Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahajana mengutarakan, tren perdagangan ASEAN menunjukkan penurunan bea masuk malah makin memperbesar defisit neraca perdagangan Indonesia.
Pada 2010, Indonesia tercatat memiliki defisit mencapai US$5,6 miliar. Angka itu meningkat dibanding tahun sebelumnya sebesar US$3,1 miliar. Selama kurun waktu 2007-2010, lanjutnya, terjadi peningkatan defisit untuk kelompok produk industri sejalan dengan penurunan bea masuk.
"Hal ini menunjukkan produk industri Indonesia tidak dapat mengambil keuntungan dari diberlakukannya penurunan tarif impor di negara ASEAN," katanya, Jumat (2/9).
Tarif CEPT, seperti diketahui, merupakan tarif yang berlaku untuk negara anggota ASEAN yang meliputi Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Philipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Tarif itu diberlakukan sebesar 0%.
Pada 2010, jumlah produk yang masih dikenai tarif bea masuk hanya tersisa 84 produk. Jumlah itu hanya sekitar 1% dari total produk. Jumlah produk yang masuk dikenakan bea masuk sudah jauh berkurang ketimbang kondisi 2009 yang masih sekitar 1.810 produk.
Sama halnya dengan penerapan tarif Multi Favoured Nation (MFN). Dia menyebut, tarif yang berlaku untuk negara yang tidak memiliki perjanjian perdagangan dengan Indonesia itu berdampak besar terhadap angka impor produk industri Indonesia.
Pada 2007, impor produk industri tercatat sebesar US$48 miliar atau 72% dari total impor. Selanjutnya, angka itu meningkat hingga US$92 miliar pada 2008. Impor sempat turun pada 2009 menjadi US$72 miliar sebagai imbas krisis ekonomi global yang terjadi pada akhir 2009. Namun, angka itu melonjak lagi hingga US$101 miliar pada 2010. Pada periode itu rasio produk industri meningkat hingga 75% dibandingkan kondisi 2007.
Lantaran adanya program harmonisasi tarif bea masuk pada 2010, kini tersisa 11% dari total produk yang dikenai tarif bea masuk 0% atau lebih rendah dari tahun sebelumnya sekitar 24%. "Jumlah produk yang masih dikenai tarif bea masuk pada 2010 sebanyak 7.816 produk," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News