Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Gebrakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengontrol perusahaan tambang dan perkebunan di wilayahnya, bakal menulari ke daerah lain. Provinsi lain juga ingin mewajibkan perusahaan tambang dan kebun di wilayahnya berkantor pusat di daerah tersebut serta membangun pembangkit listrik.
Juru Bicara Gubernur Papua, Lamadi de Lamato mengungkapkan, pihaknya menemukan data bahwa pajak dari kantor pusat PT Freeport Indonesia di DKI Jakarta selama ini telah menyumbang pendapatan bagi DKI Jakarta sebesar Rp 8 triliun per tahun. Pemindahan kantor pusat Freeport ke Papua akan memberikan tambahan pendapatan Papua. "Ide ini belum spesifik disampaikan ke pemerintah pusat," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (14/4).
Sebelumnya, Gubernur Kaltim merilis Peraturan Gubernur No 17/2015. Isi aturan ini adalah mewajibkan perusahaan tambang dan perkebunan berbasis di Kaltim. Khusus perusahaan tambang, mereka juga wajib membangun pembangkit listrik.
Pemprov Kaltim optimistis aturan ini bisa menambah sekitar Rp 8 triliun bagi kas daerah. Belajar dari Pergub Kaltim itu, Pemprov Papua akan meminta semua perusahaan yang beroperasi di Papua membuka kantor di sana. "Paling tidak membuka kantor operasional di Papua," imbuh dia.
Pemprov Papua juga menerbitkan kebijakan agar setiap perusahaan yang beroperasi di Papua mesti membayarkan pajak Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar 5% dari pendapatan mereka. "Tapi kebijakan itu masih terbentur peraturan perundang-undangan," ujar dia.
Selain Papua, Provinsi Riau juga ingin menerapkan hal serupa. "Untuk yang beroperasi di beberapa provinsi mereka boleh membuka kantor perwakilan. Sedangkan yang hanya beroperasi di Riau wajib membuka kantor pusat di Riau," ungkap Said Mukri, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Riau.
Said menyatakan, dari 160 lebih perusahaan tambang mineral dan batubara yang beroperasi di Riau, mayoritas belum membuka kantor perwakilan. Dia menyebutkan salah satunya adalah perusahaan tambang timah PT Wahana Perkit Jaya yang beroperasi di Kabupaten Merangin, Riau. Saat ini, Wahana Perkit berkantor di Jakarta. "Kami sudah meminta mereka membuka kantor di Riau dan membangun smelter timah,"imbuhnya.
Kehadiran kantor perwakilan perusahaan tambang itu, kata dia, akan memudahkan koordinasi dengan daerah jika terjadi sesuatu dan juga memudahkan dalam urusan terkait tenaga kerja. Namun, jika permintaan itu tidak diindahkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut, kata Said, Riau akan memberikan peringatan. Jika tetap membandel. "Perusahaan tambang itu dilarang beroperasi di Riau dan izinnya dicabut," kata dia.
Pakai batubara lokal
Pemprov Nangroe Aceh Darussalam (NAD) juga akan menempuh jalur serupa tapi lebih lunak. Maklum, saat ini, dari 108 perusahaan pertambangan minerba, semuanya sudah memiliki kantor perwakilan hingga ke kabupaten dimana mereka beroperasi. "Rata-rata mereka adalah perusahaan besar yang juga membangun usaha di daerah lain," ungkap Said Ikshan, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NAD.
Agenda yang disiapkan Pemprov NAD adalah memacu penggunaan batubara dari Aceh untuk pembangkit listrik di wilayah ini. Apalagi batubara Aceh berkalori rendah, sehingga tepat untuk dijadikan bahan bakar pembangkit listrik mulut tambang.
Maklum, selama ini, misalnya, batubara yang dipakai PLTU Nagan Raya di Aceh masih dipasok dari luar Kalimantan. "Kami arahkan supaya memakai batubara lokal saja," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News