Reporter: Agustinus Beo Da Costa, Azis Husaini | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Inilah jalan pintas Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) meningkatkan manfaat sumber daya alam bagi wilayahnya. Pemprov Kaltim memaksa atau perusahaan yang memiliki bisnis di wilayah ini untuk berkantor pusat di Kalimantan Timur. Aturan ini berlaku mulai 1 Juli 2015 dan menyasar sekitar 1.200 perusahaan pertambangan, perkebunan kelapa sawit, dan perusahaan kehutanan yang berada di Kaltim.
Bila tidak memindahkan kantor pusatnya ke Kaltim, pemerintah provinsi ini akan mencabut izin usahanya. Beleid itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No. 17/2015 tentang Penataan Pemberian Izin dan Non Perizinan serta Penyempurnaan Tata Kelola Perizinan di Sektor Pertambangan, Kehutanan, dan Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Timur.
Aturan itu sudah diteken Gubernur Kaltim, 10 April 2015 Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menjelaskan, tujuan mewajibkan pengusaha memindahkan kantor pusat ke Kaltim supaya bisa menata perizinan. Selain itu Pemprov Kaltim merasa perlu mengontrol produksi, perusahaan yang beroperasi di wilayahnya.
"Kalau mereka tak mau pindah, izin kami cabut. Kami mempunyai kuasa soal ini. Mau mengadu ke pusat? Silakan!" kata Awang, usai Seminar Nasional Kompasiana, Penyelamatan Sumber Daya Alam di Indonesia, di Jakarta, Senin (13/4).
Selain mewajibkan berkantor di Kaltim, Awang juga mewajibkan seluruh perusahaan tambang membangun pembangkit listrik mulut tambang batubara. "Daerah kami penghasil 250 juta ton atau 60% produksi batubara nasional, tetapi kami malah krisis listrik," ujar dia geram.
Awang juga berencana membuat aturan pengendalian produksi batubara di wilayah ini. Namun bagaimana bentuk pembatasan hingga kini belum final.
Menanggapi ini, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengingatkan, tujuan perusahaan kelapa sawit yang punya lahan di beberapa provinsi bermarkas di Jakarta karena efisiensi. "Kalau yang beroperasi penuh di Kaltim, otomatis bikin kantor di sana," ujar Fadhil.
Sedangkan Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Suhala menilai, perusahaan batubara yang cuma punya cadangan 4 juta- 5 juta ton tentu tidak layak berkantor di Kaltim. Ia berharap Gubernur Kaltim membuat pengecualian bagi perusahaan kecil tersebut, karena tak mungkin bisa memasok batubara ke pembangkit selama 30 tahun.
Kepala Unit Pengendalian Kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Widhyawan Prawiraatmadja menyatakan, pemerintah pusat akan menyelaraskan Pergub itu dengan aturan di Kementerian ESDM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News