Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) cukup percaya diri dengan menawarkan bonus tanda tangan dan komitmen kerja pasti yang tinggi untuk mengambil alih kelola Blok Rokan dari Chevron Pacific Indonesia (CPI) pada 2021 mendatang. Namun penawaran Pertamina tersebut tampaknya terlalu tinggi untuk segera dilunasi.
Pertamina wajib membayar bonus tanda tangan sebesar US$ 784 juta. Ditambah dengan 10% dari komitmen kerja pasti selama lima tahun sebesar US$ 500 juta atau sebesar US$ 50 juta sebelum tanda tangan kontrak.
Totalnya mencapai US$ 834 juta atau mencapai sekitar Rp 12,3 triliun (nilai tukar Rp 14.800 per dollar AS). Sementara pada semester I 2018 saja, Pertamina hanya membukukan laba kurang dari Rp 5 triliun.
Maka tidak heran jika pemerintah membantu Pertamina untuk segera menandatangani kontrak Blok Rokan. Seperti diberitakan KONTAN sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno telah menyetujui rencana Pertamina untuk menerbitkan pinjaman jangka menengah dalam bentuk dollar AS untuk melunasi pembayaran bonus tanda tangan Blok Rokan.
Moodys Investor Service sendiri pernah memberikan pernyataan tertulis pada 6 Agustus 2018 lalu terkait penilaian kredit Pertamina. Kala itu, Moddys menilai penugasan pengelolaan Blok Rokan kepada PT Pertamina (Baa2 stable) masih tetap menunjukan kredit yang positif.
Rachel Chua, analis Moody’s Investors Service saat itu beralasan penunjukan Pertamina untuk mengambil alih Blok Rokan dari Chevron Pacific Indonesia (CPI) akan meningkatkan cadangan hidrokarbon dan produksi Pertamina pasca 2021.
Perusahaan ini memproyeksi akan ada produksi berkelanjutan di Blok Rokan sebesar 200.000 barel per hari (BPH) yang berpengaruh signifikan karena setara dengan seperlima total proyeksi produksi pada 2018.
Namun dari sisi kinerja keuangan, Rachel menyebut Pertamina tidak memiliki keuangan yang cukup kuat untuk berinvestasi di Blok Rokan demi mempertahankan produksi blok tersebut. Makanya kemungkinan besar Pertamina akan mencari mitra.
"Di waktu yang sama, kami tidak percaya Pertamina memiliki neraca saldo yang kuat untuk menanggung investasi yang substansial untuk mempertahankan volume produksi di Blok Rokan. Pertamina memproyeksi total belanja modal sekitar US$ 70 miliar selama 20 tahun, yang kami percaya akan cukup besar untuk berinvestasi di awal (front-loaded)," imbuh Rachel pada 6 Agustus 2018 lalu.
Namun sayangnya Pertamina masih bungkam terkait pelaksanaan penerbitan surat utang tersebut. VP Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito mengaku belum mengetahui informasi terkait rencana penerbitan utang tersebut. "Belum ada informasinya," kata Adiatma ke KONTAN pada Minggu (16/9).
Adiatma hanya ingin berbagi informasi sedikit terkait upaya Pertamina untuk mengambil alih kelola Blok Rokan. Salah satunya dengan melakukan masa transisi setahun sebelum reami mengelola Blok Rokan.
Hal yang sama pernah dilakukan Pertamina ketika ambil alih kelola Blok Mahakam dari Total EP Indonesie. "Iya, programnya seperti itu,"ungkap Adiatma.
Pertamina berencana untuk melakukan ekplorasi di 7.000 titik di Blok Rokan. Selain melakukan pengeboran ekplorasi, Pertamina juga berencana untuk melanjutkan penggunaan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR). Chevron Pacific Indonesia (CPI) saat ini memang telah menggunakan teknologi EOR steamflood dan tengah mengembangkan teknologi chemical EOR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News