Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan menunggu PT Pertamina (Persero) untuk bisa lebih efisien. Supaya, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya jenis premium atau Ron 88 bisa diturunkan harganya dari yang saat ini Rp 6.450.
Hal itu dikatakan Menteri Jonan usai meresmikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik PT Vivo Energy Indonesia di Cilangkap, Jakarta Timur. Pasalnya, saat SPBU itu diresmikan, VIVO menjual jenis Ron 89 lebih murah dari Ron 88. Yakni seharga Rp 6.100 per liter.
Asal tahu saja, melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 191/2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran. Tahun ini, Pertamina mendapatkan penugasan penjualan BBM jenis Ron 88 seharga Rp 6.450 per liter. Menteri Jonan bilang, bahwa penugasan ke Pertamina itu sudah ditetapkan harganya sekian.
"Jadi nanti kita menunggu Pertamina, apa Pertamina mau mengusulkan itu lebih efisien atau tidak," terang Jonan, di Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (26/10).
Maka dari itu, Menteri Jonan menyerahkan kepada Pertamina apakah bisa menurunkan harga BBM jenis Ron 88 itu. Ia pun membolehkan apabila harga BBM jenis premium itu diturunkan Rp 6.100 per liter sama seperti harga Ron 89 milik SPBU VIVO.
Asal tahu saja, untuk tahap awal ini ada tiga varian jenis bahan bakar yang ditawarkan Vivo yakni Revvo 89 dengan Ron 89, Revvo 90 memiliki Ron 90 lalu Revvo 92 dengan Ron 92. Untuk Revvo 89 dibanderol dengan harga Rp 6.100 per liter , sementara untuk Revvo 90 dan 92 masing-masing dibanderol dengan harga Rp 7.500 per liter dan Rp 8.250 per liter .
Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sarjito mengatakan, Pertamina menerima dengan tangan terbuka dengan persaingan yang adil. Jadi kehadiran pesaing baru tidak masalah bagi Pertamina.
"Masalahnya adalah mengapa sekarang diizinkan pesaing menjual Premium 88 di tempat-tempat gemuk tanpa ada treat off seimbang untuk juga melayani Non Jawa-Madura-Bali (Jamali)," kata Adiatma, Kamis (26/10).
Dry Gasoline 88 sudah menjadi target bersama dengan pemerintah khususnya Kementerian ESDM untuk dihapus karena isu kebutuhan mesin otomotif dan isu baku mutu lingkungan. "Kalau ini dibiarkan maka akan sangat merugikan Pertamina (beban distribusi Premium 88 yang merugi) dan hanya memberikan rente ekonomi ke segelintir pemegang Izin Usaha Niaga Umum (INU). Pertamina jelas menolak ketidakadilan," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News