Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. PT Pertamina mengaku menanggung rugi mengelola bisnis gas elpiji nonsubsidi kemasan 12 kilogram (kg) dan 50 kg. Tak tanggung-tanggung, selama bulan Januari hingga Maret 2011 ini saja, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu mengaku rugi hingga Rp 1 triliun.
Mochamad Harun, Vice President Communication Pertamina menyatakan, kerugian terjadi karena harga produksi gas elpiji nonsubsidi tidak sebanding lagi dengan harga jual. Alhasil, Pertamina harus menanggung selisih harga produksi dari harga jual Elpiji tersebut. "Tahun ini kami akan rugi lagi, seperti tahun tahun lalu kami merugi Rp 3,2 triliun," kata Harun di Jakarta, Selasa (24/5).
Menurut Harun, harga ideal gas elpiji dan menguntungkan Pertamina adalah Rp 8.000 per kg. Sementara, Pertamina menjual lebih rendah sebesar Rp 5.000 per kg. Jika Pertamina kukuh menjual di bawah harga keekonomian itu, maka tahun ini Pertamina berpotensi merugi hingga Rp 4 triliun, lebih besar dari kerugian tahun 2010 lalu.
Djaelani Sutomo, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina berharap, pemerintah mengubah sistem penjualan gas elpiji. "Penjualan elpiji 12 kilogram harus jelas, apakah disubsidi atau bagaimana?" keluh Djaelani.
Kerugian Pertamina dalam mengelola bisnis gas Elpiji itu diperparah dengan kenaikan volume penjualan. Pertamina mencatat, selama kuartal I tahun 2011, penjualan gas elpiji kemasan 12 kg dan 50 kg mencapai 0,29 juta metrik ton, lebih tinggi dari target yang hanya 0,23 juta metrik ton.
Kenaikan penjualan karena kenaikan konsumsi, tapi disisi lain telah menambah beban dari Pertamina. Sampai akhir tahun ini, Pertamina menargetkan penjualan gas non subsidi itu hanya 0,9 juta metrik ton.
Walaupun membebani perusahaan, Pertamina memilih untuk tidak menaikkan harga. Sebab, harga gas elpiji 12 kg dan 50 kg bisa memicu tindakan pengoplosan. Hal itu bisa terjadi karena disparitas harga gas Elpiji 3 kg dengan elpiji 12 kg dan 50 kg kian bertambah lebar. "Kalau harga gas kami naikkan, nanti akan banyak yang teriak," kata Harun yang khawatir tindakan pengoplosan gas merajalela.
Pertamina akan memilih risiko melaporkan kerugian itu kepada pemilik saham daripada menaikkan harga jual. Namun, Harun mengusulkan agar pemerintah membantu Pertamina dengan cara memberikan dana hasil program penghematan konversi minyak tanah ke gas senilai Rp 25 triliun. "Terserah pemerintah, tapi itu harapan kami," terang Harun.
Berbeda dengan kondisi penjualan gas elpiji yang disubsidi, yaitu kemasan 3 kg. Selama kuartal I-2011, Pertamina mencatat penjualan gas subsidi hanya mencapai 735.117 metrik ton, di bawah target Pertamina yang sebesar 768.852 ton. "Target ini belum tercapai karena kami masih mengerjakan proyek konversi minyak tanah ke gas," terang Djaelani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













