Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina optimistis kehadiran empat proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan satu Grass Root Refinery (GRR) bakal berkontribusi pada penurunan volume impor produk BBM.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan dengan mulai beroperasinya kilang-kilang secara bertahap maka kebutuhan crude (minyak mentah) akan meningkat. "Kebutuhan crude akan meningkat dan kebutuhan impor BBM produk menurun dan 2026 tidak lagi impor BBM," ujar Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Virtual bersama Komisi VII DPR RI, Senin (31/8).
Nicke melanjutkan, kendati impor crude diprediksi meningkat, pihaknya juga terus berupaya memenuhi kebutuhan crude dari produksi sektor hulu Pertamina. Nicke pun memastikan, upaya akuisisi di luar negeri juga dilakukan demi meningkatkan kapasitas produksi agar sejalan dengan peningkatan kapasitas kilang.
Merujuk data Pertamina impor produk BBM akan berangsur menurun ke kisaran 200 ribu barel per hari. Adapun, di tahun 2019 lalu volume Impor BBM tercatat mencapai level 400 ribu bph. Jumlah ini diproyeksi menurun pada tahun ini ke kisaran 200 ribu bph hingga 300 ribu bph.
Baca Juga: Pertamina realisasikan rata-rata TKDN 54% hingga tengah tahun 2020
Adapun penurunan volume impor BBM di rentang tahun 2023-2024 berpotensi terjadi sejalan dengan rampungnya pengembangan Kilang Balikpapan. Kendati demikian, penurunan impor produk BBM bakal berdampak pada peningkatan volume impor crude yang dibutuhkan sebagai feedstock.
Pertamina memproyeksikan penambahan impor crude akan mulai terjadi di 2023 di kisaran 450 ribu bph dan 2024 bertambah 100 ribu bph menjadi sekitar 550 ribu bph. Nicke menambahkan, perubahan kebutuhan komponen impor dari produk BBM ke crude bakal memberikan nilai tambah. "Akan memberikan nilai tambah berupa penghematan nilai impor. Ada selisih," kata Nicke.
Merujuk paparan Pertamina, dengan mulai beroperasinya Kilang-kulang Pertamina terhitung sejak 2023 mendatang maka ada nilai tambah dalam impor ekspor migas dan Petrokimia sebesar US$ 90 miliar hingga 2030 nanti.
Tuai kritik
Baca Juga: Penghapusan Premium dan Pertalite kembali berhembus, begini penjelasan bos Pertamina
Disisi lain, rencana pembangunan kilang oleh Pertamina menuai kritik dari anggota Komisi VII DPR RI. Sejumlah program Pertamina dinilai turut berkontribusi pada kinerja merah Pertamina di semester I 2020.
Asal tahu saja, perusahaan migas plat merah tersebut harus menderita rugi sebesar Rp 11 triliun pada paruh pertama tahun ini. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Demokrat Muhammad Nasir mempertanyakan tujuan pembangunan kilang. "Dari sisi margin apa masih efisien, apa (malah) membuat kerugian. Lalu minyak mentahnya nanti dari mana," ujar Nasir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News