Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bila tidak ada halangan, mulai Senin kemarin, tanggal 17 Desember 2018, setiap calon jamaah umrah Indonesia yang ingin berangkat ke Tanah Suci diwajibkan melakukan biometrik terlebih dahulu. Ini adalah rekam sidik jari dan wajah calon jamaah.
Itu merupakan salah satu syarat untuk bisa mendapatkan visa dari Kerajaan Arab Saudi. Tujuannya adalah untuk mempercepat keberangkatan para calon jamaah tanpa perlu melakukan langkah serupa di bandara.
Tapi aturan tersebut justru menjadi batu sandungan bagi para pebisnis umrah dalam negeri. Selain faktor utama lainya yakni pelemahan kurs rupiah belakangan ini.
Firman M Nur, Sekretaris Jenderal Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) mengatakan, syarat biometerik tersebut justru bisa menghambat calon jamaah umrah. "Permintaan dari jamaah bisa turun hingga 5%," katanya ke KONTAN (14/12).
Sebab aturan tersebut mengharuskan kehadiran para calon jamaah umrah. Persoalannya, sekitar 50% dari calon jamaah adalah yang berusia lanjut. Butuh upaya keras bagi para calon jamaah melakukan biometrik tersebut sebagai salah satu syarat mendapat visa.
Apalagi, kantor pusat layanan biometrik dan visa untuk Arab Saudi atau VFS Tasheel tidak ada di semua kota, tapi di 34 ibukota provinsi saja. Ia mengambil contoh calon jamaah haji di Kalimantan Timur yang harus menuju kota Balikpapan untuk sekadar melakukan foto sidik jari dan wajah. "Butuh waktu seharian dan ada tambahan biaya untuk melakukan hal tersebut," keluhnya.
Padahal, pertumbuhan jamaah umrah di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan tren yang positif. Rata-rata bisa mencapai 10% sampai 15% per tahunnya. Apalagi, kuota haji yang diberikan oleh Kerajaan Arab Saudi terhadap Indonesia masih belum bertambah.
Melihat hambatan tersebut, ia pun memprediksi jumlah jamaah umrah Indonesia tahun depan paling bagus sama dengan tahun ini di kisaran 1 juta jamaah saja.
Alfa Edison, Direktur Utama Alfa Tours mengangguk setuju. Ia jadi pesimistis terhadap permintaan umrah tahun depan. "Ini membuat calon jamaah umrah yang tinggal di daerah menjadi sulit dan memakan tambahan biaya," katanya ke KONTAN.
Berdasarkan catatan KONTAN, permintaan umrah di biro wisata tersebut cenderung stagnan. Penyebabnya karena terjadi penurunan permintaan visa umrah sebesar 10% dari biasanya.
Meski begitu, ia berharap, pertumbuhan bisnis umrah tahun depan tetap positif. Ini kalau berkaca dari laju pertumbuhan jamaah umrah yang menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun.
Sedangkan Ano Herlino, Manajer Divisi Ticketing dan Program PT Khazzana Al-Hanshary masih optimistis pihaknya bisa menjaring lebih banyak calon jamaah umrah tahun depan. "Kami optimistis permintaan umrah tahun depan naik hingga 90%," ujarnya ke KONTAN.
Untuk bisa mengejar target tersebut, perusahaan ini bakal terus meningkatkan kualitas pelayanan ke calon jamaah umrah. Baik itu dari sisi akomodasi yang tidak jauh dari Tanah Suci dan fasilitas pendampingan. Apalagi, pihaknya masih belum akan mengerek tarif umrah di tahun 2019 nanti, yakni masih berdasarkan ketetapan Kementerian Agama yaitu minimal sebesar Rp 20 juta.
Sedangkan Firman dan Afal Edison berharap ada keringanan yang diberikan Kerajaan Arab Saudi terkait syarat penetapan biometrik tersebut. Terutama ditujukan bagi para calon jamaah umrah yang ada di daerah-daerah. Salah satu usulan adalah menempatkan layanan biometrik itu di bandara-bandara tertentu yang ditunjuk untuk layanan biometrik ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News