Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengungkapkan bahwa pertumbuhan industri ritel diperkirakan akan mengalami stagnasi pada sisa semester tahun ini.
"Pada semester pertama, pertumbuhannya sekitar 4,8 hingga 4,9 persen. Namun, untuk semester kedua, kami memperkirakan stagnasi, bahkan potensi penurunan," ungkap Roy kepada Kontan, Rabu (13/8).
Stagnasi ini, menurut Roy, akan lebih terasa jika dibandingkan dengan pertumbuhan year on year (YoY).
"Penurunan bisa lebih signifikan jika ketersediaan pangan dan kestabilan harga tidak tercapai di akhir tahun ini," tambahnya.
Roy menjelaskan bahwa saat ini peritel sedang menahan ekspansi karena daya beli masyarakat menurun akibat banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan fluktuasi harga barang pokok.
Baca Juga: 8 Asosiasi Kompak Tolak PP 28 Tahun 2024, Ini Alasannya
"Kita sangat merasakan daya beli seluruh sektor, termasuk ritel. Penyebabnya, satu PHK. Kemudian, harga berfluktuasi sehingga banyak masyarakat berjaga-jaga," kata dia.
Ia mencontohkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang mengalami PHK massal.
"Hampir 30 ribu yang PHK. Lalu, yang tidak ter-PHK, kan melihat itu, kemudian melihat harga fluktuasi dan sebagainya, akhirnya juga menahan belanja," kata Roy.
Faktor lain yang memengaruhi daya beli adalah tidak naiknya gaji pada golongan masyarakat kelas menengah sesuai dengan inflasi dan fluktuasi harga.
"Kelompok menengah juga sekarang menahan belanja karena gajinya tidak naik sama dengan inflasi, dengan fluktuasi harga. Kenaikan (gaji)-nya harusnya inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, pada kenyataannya (naik) di PNS, kalau swasta? Itu kurang dari pada itu, rata-rata naiknya hanya 3-4 persen," jelasnya.
Baca Juga: Apindo: Cukai Makanan-Minuman Bakal Berpengaruh Jangka Panjang ke Industri
Untuk mendorong daya beli, Roy mengusulkan beberapa stimulus dari pemerintah.
"Pemerintah harus melanjutkan program BLT dan bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat kelas bawah," ujarnya.
Untuk kelompok menengah, Roy menyarankan pemberian insentif listrik karena pendapatan mereka tertekan oleh kenaikan harga barang.
Sedangkan untuk kelompok atas, perlu kepastian terkait ekonomi dan transisi untuk menjaga keberlanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News