kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.243   97,00   0,63%
  • IDX 7.905   76,26   0,97%
  • KOMPAS100 1.208   12,11   1,01%
  • LQ45 980   9,43   0,97%
  • ISSI 230   1,69   0,74%
  • IDX30 500   4,71   0,95%
  • IDXHIDIV20 602   4,65   0,78%
  • IDX80 137   1,32   0,97%
  • IDXV30 141   0,53   0,38%
  • IDXQ30 167   1,08   0,65%

Apindo: Cukai Makanan-Minuman Bakal Berpengaruh Jangka Panjang ke Industri


Selasa, 06 Agustus 2024 / 18:03 WIB
Apindo: Cukai Makanan-Minuman Bakal Berpengaruh Jangka Panjang ke Industri
ILUSTRASI. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pelaksanaan (PP) terkait Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 . KONTAN/Cheppy A. Muchlis/31/12/2015


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pelaksanaan (PP) terkait Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang membuka peluang penetapan cukai terhadap pangan olahan tertentu. 

Selain itu, PP ini juga akan mengatur kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) dalam makanan dan minuman kemasan. Jika pelaku industri tidak memenuhi ketentuan tersebut, mereka dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis, denda, penghentian sementara kegiatan produksi, hingga pencabutan izin usaha.

Ketua Bidang Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bobby Gafur Umar, menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak jangka panjang dari penerapan cukai tersebut terhadap industri makanan dan minuman (mamin) di Indonesia. 

Baca Juga: Penerbitan Aturan PP Kesehatan Dinilai Ancam Keberlanjutan Industri Hasil Tembakau

Ia mengungkapkan bahwa penerapan cukai di tengah kondisi ekonomi yang sedang menurun bukanlah langkah yang tepat. 

"Kalau cukai ini diterapkan, meskipun masih dalam tahap proses, dampaknya akan terasa dalam jangka panjang. Pemerintah seharusnya melindungi pasar domestik, khususnya manufaktur yang diproduksi di dalam negeri," ujar Bobby pada Selasa (6/8).

Industri makanan dan minuman memiliki peran penting dalam kondisi ekonomi Indonesia saat ini, yang terlihat dari penurunan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia untuk Juli 2024, yang tercatat sebesar 49,3, lebih rendah dibandingkan Juni 2024 yang berada di angka 50,7. 

Bobby menambahkan bahwa penurunan PMI ini adalah yang terendah sejak 2021 dan telah terjadi penurunan sejak April. Situasi ini diperburuk oleh fenomena deflasi yang telah terjadi selama tiga bulan berturut-turut, yang mencerminkan kecenderungan masyarakat untuk menahan konsumsi mereka.

Bobby menekankan bahwa dengan adanya deflasi, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan karena hal ini menunjukkan bahwa masyarakat cenderung menunda pembelian, yang dapat menyebabkan penumpukan stok barang. 

Baca Juga: APRINDO Kecewa, Larangan Penjualan Rokok Mematikan Ekonomi Masyarakat Kecil

Kondisi ini bisa memaksa produsen untuk memberikan diskon, yang jika tidak berhasil, dapat menyebabkan penjualan dengan kerugian atau bahkan pengurangan jam kerja dan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.

Ia juga menyarankan bahwa jika pemerintah ingin meningkatkan pendapatan negara melalui penetapan cukai pada makanan dan minuman kemasan, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam dan tidak berat sebelah. 

Bobby menegaskan bahwa hal yang lebih penting saat ini adalah dukungan pemerintah terhadap industri dalam menghadapi situasi global yang tidak menentu. 

"Dari sisi Apindo, kita harus bisa bertahan terlebih dahulu dalam situasi global seperti ini. PMI Manufaktur kita turun di bawah 50 poin setelah 39 bulan, dan situasi seperti ini memerlukan kajian yang lebih mendalam," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×