Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Edy Can
JAKARTA. Kalau tidak ada hambatan, Peraturan Pemerintah (PP) soal Pembentukan Perum Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan atau Single Air Traffic System (ATS) bakal segera terealisasi awal Juni nanti. Keberadaan Perum Navigas Penerbangan ini amat penting untuk mensinergikan pengaturan lalu lintas udara.
Herry Bakti S Gumay, Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan (Kemhub), bilang rancangan aturan ini sudah ada di Sekretariat Negara (Sekneg). "Tinggal finalisasi dan diharapkan Juni bisa selesai," ujarnya Jumat (11/5).
Nantinya Perum Navigasi Penerbangan ini bisa menjamin keamanan penerbangan di dalam negeri termasuk menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia.
Sejauh ini, sistem lalu lintas udara berada di dua wilayah bandara yaitu PT Angkasa Pura I (AP I) dan PT Angkasa Pura II (AP II). Lantas untuk sejumlah lokasi seperti Batam, Palembang, Pekanbaru, Pontianak, Bangka Belitung dikontrol oleh Bandara Changi, Singapura. "Kami menilai penting memisahkan pengelolaan ATC dari AP I dan AP II kedalam satu entitas supaya lebih fokus dalam pengembangan," katanya.
Ia menilai kehadiran Perum Navigasi ini bisa membantu meningkatkan keamanan penerbangan nasional. Maklum lalu lintas di Bandara Soekarno - Hatta sudah padat sampai 1.200 pergerakan pesawat per hari. Padahal, peralatan komputer di bandara ini hanya mampu mengatur 460 pergerakan pesawat per hari.
Harapannya, Perum Navigasi ini mampu melayani lalu lintas udara hingga 2.400 pergerakan pesawat per hari.
Direktur Utama AP I, Tommy Soetomo, mengakui AP I sudah memulai proses pengalihan aset dan karyawan yang mengurus ATS ke Perum Navigasi. "Sekitar 371 pegawai ATC akan dialihkan. Dari AP I akan ada potensi kehilangan pendapatan 30% dari jasa aeronautika ini," ujar Tommy.
Namun, kehadiran Perum Navigasi ini bakal menjadi sumber penghasilan negara baru. Kalau selama ini biaya lintas udara (overflight service charge) sebesar 5 sen dollar Amerika, nantinya menjadi US$ 5 per rute penerbangan.
Terkait jatuhnya Sukhoi Super Jet 100 akibat kelalaian ATC bandara Soekarno-Hatta dan Halim Perdanakusuma, Herry membantah. Menurutnya pilot pesawat sempat meminta izin turun dari ketinggian 10.000 kaki ke 6.000 kaki ke ATC Soekarno-Hatta. "Ketinggian 6.000 kaki sebenarnya masih aman dan ATC mengizinkan permintaan itu," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News