Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten yang bergerak di bisnis kawasan industri menggali potensi penjualan lahan dan kontrak baru pada sisa tahun ini. Bersamaan dengan peluang yang terbuka, sederet tantangan membayangi emiten kawasan industri dalam menggaet investasi.
Chairman & Founder PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) Setyono Djuandi Darmono optimistis terhadap outlook kawasan industri pada semester II-2025. Prospek bisnis kawasan industri bakal didorong oleh tren relokasi industri dan permintaan dari investor global, khususnya Asia.
Dalam upaya menangkap peluang tersebut, KIJA memasang strategi percepatan konversi penjualan, penguatan infrastruktur dan utilitas, serta pengembangan zona baru untuk sektor kesehatan, pendidikan dan pariwisata.
"Kami mulai melihat minat dari sektor non-tradisional seperti kesehatan dan pendidikan, seiring arah pengembangan kawasan yang lebih inklusif dan berorientasi masa depan," kata Darmono saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (7/7).
Baca Juga: Investor Wait and See, Penjualan Kawasan Industri Bisa Melambat
Darmono sebelumnya menyampaikan pada tahun ini sejumlah perusahaan dari China, Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan menunjukkan ketertarikan baik di Cikarang maupun di Kendal Industrial Park. Selain itu, beberapa perusahaan teknologi dan logistik dari Eropa serta Amerika Serikat juga menjajaki kemungkinan untuk berinvestasi di kawasan KIJA, terutama yang tertarik pada konsep “green industrial city” dan ekosistem edukasi-industrial yang terintegrasi.
Dihubungi terpisah, Vice President of Investor Relations & Sustainability PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) Erlin Budiman mengungkapkan penjualan lahan industri SSIA selama paruh pertama 2025 masih on track dari target. Namun, Erlin belum merinci capaian terkini SSIA.
Erlin hanya memberikan gambaran bahwa Subang Smartpolitan berhasil mencatatkan penjualan sebesar 8,3 hektare dari salah satu prospek klien SSIA. Pembeli ini berasal dari industri tekstil yang berasal dari China.
Erlin optimistis peluang bagi pertumbuhan bisnis kawasan industri di Indonesia masih terbuka, termasuk di kawasan Subang Smartpolitan yang menjadi andalan SSIA. Erlin menyoroti konektivitas menjadi faktor penting, salah satunya akses strategis off ramp sementara melalui dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Akses ini nantinya bisa membuat mobilitas yang lebih cepat, sembari menunggu interchange dan exit toll yang akan selesai pada akhir 2026. "Kami melihat konektivitas menjadi kunci utama untuk membangun sinergitas untuk pembanguan ekonomi nasional," kata Erlin.
Pengembang properti PT Intiland Development Tbk (DILD) tak ketinggalan untuk menggali potensi cuan dari segmen bisnis kawasan industri. Berkaca dari kinerja tahun lalu, DILD meraup pendapatan usaha sebesar Rp 638,3 miliar dari segmen kawasan industri, atau mencapai sekitar 25,5% dari total pendapatan usaha DILD senilai Rp 2,5 triliun.
Corporate Secretary DILD Theresia Rustandi mengamini segmen kawasan industri terus menunjukkan kinerja yang solid dan menjadi salah satu portofolio andalan Intiland. Prospek kawasan industri didorong oleh kebutuhan industri, terutama di tengah upaya pemerintah mendorong hilirisasi industri, penguatan rantai pasok domestik, serta pertumbuhan investasi manufaktur dan logistik.
"Kami memproyeksikan segmen kawasan industri masih tumbuh dengan adanya tren peningkatan permintaan lahan industri seiring dengan pertumbuhan investasi di sektor manufaktur dan logistik," kata Theresia.
Baca Juga: Pasar Masih Bergejolak, Tantangan Emiten Properti Kawasan Industri Masih Banyak
Tantangan Kawasan Industri
Theresia meyakini bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat industri regional. Hanya saja, Indonesia harus memastikan daya saing tetap unggul dibandingkan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand yang juga agresif menarik investasi.
"Oleh karena itu, kawasan industri tidak hanya harus menawarkan lokasi strategis. Tetapi juga infrastruktur yang andal, layanan yang terintegrasi, dan lingkungan usaha yang kondusif," ujar Theresia.
Sebelumnya, Akhmad Ma’ruf Maulana selaku Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) baru untuk periode 2025-2029 menyoroti pentingnya menjaga daya saing kawasan industri nasional di tengah situasi ketidakpastian global. HKI pun sedang merumuskan inisiatif strategis yang dirancang untuk mempertahankan daya tarik investasi di tengah tekanan global.
Salah satunya, HKI mendorong agar pemerintah pusat dan daerah lebih proaktif dalam mendukung kawasan industri dengan penyediaan infrastruktur dasar yang kompetitif. Termasuk memastikan harga gas yang bersaing, tersedianya jaringan pipa gas, serta bila diperlukan pembangunan Liquefied Natural Gas (LNG) terminal di wilayah strategis seperti Batam dan sekitarnya.
"HKI berharap pemerintah dapat menghadirkan solusi terbaik dalam penyediaan pasokan gas dan penetapan harga yang lebih kompetitif," ungkap Ma'ruf dalam rilis yang disiarkan pada Rabu (25/6).
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengamini ada sejumlah tantangan masih membayangi pengembangan kawasan industri. Mulai dari percepatan perizinan, konektivitas infrastruktur, hingga penyediaan energi hijau yang kompetitif.
Jika tantangan itu bisa teratasi, Agus optimistis ruang kawasan industri Indonesia untuk berkembang masih besar. Dalam lima tahun terakhir, ada sinyal positif dengan penambahan 52 kawasan industri baru. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, saat ini Indonesia memiliki 170 kawasan industri.
Namun, tantangan berikutnya adalah mengungkit tingkat okupansi, yang saat ini baru mencapai 58,39%. "Artinya potensi untuk mengembangkan masih ada. Kalau isu-isu klasik tadi bisa dijawab, saya kira bisa loncat dari 60% lebih mudah. Pada dasarnya investor menunggu kepastian," tandas Agus.
Baca Juga: Bekasi Fajar Industrial (BEST) Mengincar Penjualan Rp 600 Miliar
Selanjutnya: DBS Sebut Dua Sektor Saham Ini Defensif, Apa Saja?
Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok 8-9 Juli, Siaga Hujan Sangat Lebat di Provinsi Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News