Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan mengakui bahwa pembahasan terkait Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR) dalam perundingan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) masih berlangsung alot.
Isu ini menjadi salah satu fokus utama dalam negosiasi yang hingga saat ini belum mencapai kesepakatan.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono menyatakan bahwa penerapan EUDR menjadi perhatian penting karena dapat berdampak langsung pada ekspor komoditas pertanian Indonesia, khususnya kelapa sawit.
Baca Juga: Menko Airlangga Akan Beri Ultimatum Terakhir dalam Negosiasi Perundingan IEU-CEPA
Namun, hingga kini belum ada komitmen konkret terkait isu tersebut.
“Terus terang kami belum mendapatkan komitmen konkret terkait isu ini (EUDR), tapi memang ini tidak mudah,” ujar Djatmiko dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (25/9).
Menurut Djatmiko, alotnya pembicaraan seputar EUDR disebabkan oleh komitmen kuat Uni Eropa terhadap isu keberlanjutan.
Di sisi lain, Indonesia berupaya agar produk unggulan pertanian, termasuk kelapa sawit, tetap dapat masuk ke pasar Uni Eropa melalui IEU-CEPA.
Pemerintah Indonesia terus mengupayakan agar semua komoditas pertanian yang terdampak oleh kebijakan anti deforestasi, seperti sawit, kopi, kakao, karet, dan kayu, bisa tetap diterima di pasar Uni Eropa.
Baca Juga: Negosiasi Indonesia & Uni Eropa di Tangan Prabowo
“Namun, sekali lagi, hingga kini belum ada titik temu, dan saya tidak bisa memprediksi bagaimana ke depannya karena masih dalam pembicaraan,” tambah Djatmiko.
Perundingan IEU-CEPA sendiri sudah berlangsung selama 9 tahun dan telah mencapai putaran ke-19. Namun, dengan adanya isu-isu seperti EUDR, perundingan ini diperkirakan akan molor dari target yang ditetapkan pemerintah, yaitu pada September tahun ini.
Kebijakan EUDR bertujuan untuk membatasi deforestasi yang disebabkan oleh kegiatan kehutanan dan pertanian di seluruh dunia.
Kebijakan ini diperkirakan akan memberikan dampak langsung pada komoditas ekspor utama Indonesia, termasuk kelapa sawit, kopi, kakao, karet, kedelai, sapi, dan kayu, yang menjadi kekhawatiran bagi pemerintah Indonesia, mengingat Uni Eropa merupakan salah satu pasar ekspor penting.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News