kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Petani beralih ke beras premium dan khusus


Kamis, 28 September 2017 / 05:00 WIB
Petani beralih ke beras premium dan khusus


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Dengan kebijakan tersebut, terdapat tiga jenis beras dimana beras medium, premium, dan khusus. Harga masing-masing beras tersebut juga telah disesuaikan dengan wilayah.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa, dengan adanya kebijakan ini petani akan mulai beralih ke beras premium dan beras khusus mengingat keuntungan yang dapat diperoleh. Apalagi, harga beras khusus tidak diatur oleh pemerintah.

"Petani akan sangat memungkinkan menanam beras khusus, apalagi itu lebih menguntungkan. Sekarang yang ke depan itu yang akan banyak hilang ini beras medium karena harga ditekan sangat rendah," ungkap Dwi, Rabu (27/9).

Sementara itu, hingga saat ini pemerintah masih mengelompokkan jenis-jenis beras khusus. Dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 31 tahun 2017, terdapat empat jenis beras khusus beserta persyaratannya yakni beras kesehatan beras organik, beras indikas geografis, dan beras tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

Masing-masing beras khusus tersebut juga akan diatur oleh lembaga terkait. Sebut saja beras kesehatan yang terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan. Beras organik harus memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikat Organik.

Beras indikasi geografis yang terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Umum dan Hak Asasi Manusia atau varietas lokal yang telah mendapatkan pelepasan oleh Menteri Pertanian. Sementara, beras yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri, harus memiliki sertifikat yang diterbitkan lembaga berwenang di negara asal.

Dwi Andreas Santosa mengungkap, akan terjadi kesulitan pengelompokan beras khusus ini karena masing-masing lembaga memiliki aturan tersendiri. Sementara itu dari sisi produksi, terdapat beberapa jenis beras khusus yang memang sulit untuk didata jumlah produksinya.

"Dari sisi produksi, kalau beras organik itu sebenarnya ada datanya, artinya lokasinya ada di mana, berapa luas lahan yang ditanami karena ada lembaga sertifikasinya. Yang kesulitan itu mungkin berdasarkan indeks data geografis, beras-beras yang tumbuh di tempat tertentu atau varietas lokal. Barang kali itu agak sulit karena sudah relatif jarang," tambahnya.

Dwi pun mengungkap bahwa potensi ekspor beras khusus, khususnya beras organik masih terbuka, namun harga di tingkat petani tidak terlalu tinggi meskipun harga jual di luar negeri jauh lebih mahal. Dia bilang, disparitas harga antara beras biasa dan beras organik tidak terlalu jauh.

Sayangnya, menurutnya belum ada catatan untuk ekspor beras khusus lainnya seperti beras indikasi geografis. Menurutnya hal tersebut dikarenakan adanya kemungkinan volume produksinya yang tidak terlalu besar. Bahkan, sulit untuk mencatat volume beras indikasi geografis yang tersebar di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×