kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KTNA: Produksi beras khusus masih sulit dihitung


Rabu, 27 September 2017 / 19:34 WIB
KTNA: Produksi beras khusus masih sulit dihitung


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengungkap sulit untuk menghitung jumlah produksi beras khusus. Hal tersebut diakibatkan karena jumlah petani yang menanam beras khusus tergolong sedikit, sementara jumlah beras khusus sangat beragam.

Menurutnya, hingga saat ini pemerintah juga masih terus melakukan diskusi untuk mengelompokkan beragam jenis beras khusus tersebut.

"Meneglompokkan beras khusus itu sulit karena banyak jenisnya. Mungkin data juga belum ada yang punya. Kalau menghitung produksinya juga sulit justru karena sedikit pelakunya. Benih pun tidak dikeluarkan pemerintah. Beras merah dan beras hitam dikeluarkan pemerintah tetapi tidak banyak," ujar Winarno, Rabu (27/9).

Dia juga menambahkan bahwa sampai saat ini luas areal sawah beras khusus masih tergolong kecil. Menurutnya, dari 8 juta hektar luas sawah, hanya ada sekitar 100.000-300.000 hektar sawah yang tertanami jenis beras khusus, sisanya merupakan padi jenis biasa.

Menurut Winarno, banyaknya petani yang menanam beras khusus pun dipengaruhi oleh permintaan di pasar. Dia bilang, sampai saat ini masih sedikit masyarakat di Indonesia yang tertarik mengonsumsi beras khusus. "Ada orang-orang di daerah tertentu yang lebih senang mengonsumsi beras yang keras dibandingkan beras pulen," ungkapnya.

Bukan hanya itu, dia juga mengungkap bahwa proses menanam beras khusus lebih sulit dibandingkan beras biasa. Contohnya beras organik yang harus melalui uji laboratorium terlebih dahulu sebelum mendapatkan sertifikat organik. Beras organik juga memiliki berbagai tingkatan.

Beras organik dengan tingkat paling tinggi dihasilkan dari sawah yang sudah bebas dari kandungan nonorganik selama dua tahun. Bahkan, sawah ini juga tidak bisa dialiri air dari saluran air biasa, karena bisa saja terkontaminasi kandungan nonorganik. Beras organik dengan level tertinggi ini bisa dihargai sampai US$ 4,8, dan bisa diperdagangkan hingga Eropa.

"Kalau tanah yang bukan organik itu kemungkinan ada bekas pupuk, pestisida yang terkandung dalam tanah. Setelah dua tahun baru hilang. Uji laboratoriumnya bukan dari Indonesia, melainkan dari Swiss, karena laboratorium yang diakui itu dari Swiss untuk pasar Amerika dan Eropa," jelasnya.

Beras organik dengan harga yang lebih murah bisa didapatkan dari sawah yang dialiri oleh saluran air biasa, namun dalam budidayanya tidak menggunakan pupuk nonorganik. Biasanya, beras organik jenis ini dipasarkan di ASEAN.

Ada juga beras semi organik dimana proses penanamannya tidak menggunakan pupuk nonorganik, namun bila terserang hama, petani masih bisa menggunakan pestisida.

Sulitnya proses penanaman beras khusus ini membuat harga penjualan beras khusus juga lebih mahal dan lebih beragam. Winarno bilang, produsen beras khusus bebas menjual beras khusus dengan harga berapa saja, asalkan terdapat konsumen yang ingin membelinya.

Meski begitu, potensi untuk mengekspor beras khusus masih besar. Hanya saja, petani masih kesulitan untuk memasarkannya ke luar negeri. "Petani kan harus cari pasar sendiri karena tidak ada yang mengkoordinasi. Kalau petani tidak punya akses ke luar negeri, ya tidak punya pasar," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×