Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Petani sawit mengirimkan surat terbuka untuk Presiden RI Joko Widodo yang berisi beberapa permintaan, mulai dari pencabutan domestic market obligation (DMO) hingga penghapusan pungutan ekspor (PE).
Surat ini disampaikan oleh Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) kepada Presiden RI Joko Widodo pada Kamis (14/7). Dalam surat tersebut, Apkasindo menyampaikan 5 (lima) saran kepada pemerintah demi keberlanjutan kesejahteraan para petani dan buruh sawit.
"Perlu dilakukan langkah strategis kebijakan dalam upaya percepatan menyeimbangkan antara ketersediaan, kebutuhan dan keterjangkauan minyak goreng dengan tata kelola perkelapasawitan Indonesia," tulis Apkasindo dalam surat tersebut.
Pada butir pertamanya, Apkasindo mengawalinya dengan saran pencabutan DMO, DPO (domestic price obligation) dan Flush Out (FO). Ketiga beban ini dianggap sudah tidak efektif pada saat ini.
Baca Juga: Dukung Substitusi Impor, Porang Jadi Bahan Baku Kertas Berharga dan Sigaret
Berikutnya, Apkasindo menyampaikan saran berupa peniadaan Pungutan Ekspor (PE) dan Bea Keluar (BK) untuk sementara waktu. Atau paling tidak, ia menambahkan, pemerintah dapat melakukan penurunan PE dari US$ 200 menjadi US$ 100 dan menurunkan Bea Keluar dari US$ 288 menjadi US$ 100 serta menghapus Flush Out US$ 200.
"Asumsi yang digunakan adalah jika beban CPO sudah diturunkan maka harga CPO domestik akan terangkat, harga TBS kembali baik, Ekspor akan kembali lancar, dan kondisi saat ini harga Minyak Bumi di atas harga CPO," tambah surat tersebut.
Selain itu, pemerintah juga diminta melakukan peningkatan konsumsi CPO dalam negeri melalui memberlakukan mandatori Biodiesel dari B30 ke B40. Hal ini dilakukan untuk menjaga supaya harga CPO global tidak terkoreksi (turun) akibat ekspor (stok CPO Indonesia).
"Supaya ketersediaan CPO dalam negeri yang diperkirakan mencapai 7 juta ton bisa segera terserap paling tidak 3 juta ton untuk peningkatan dari B30 ke B40," tulis Apkasindo.
Lebih lanjut, Apkasindo juga memerintahkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN melakukan pengawasan melekat kepada Kantor Pemasaran Bersama (KPBN).
Baca Juga: Melalui Program Pendanaan Usaha Mikro Kecil, Dorong Petani Tebu Magetan Naik Kelas
Pada butir terakhir atau yang kelima, para petani sawit ini memerintahkan Kementerian Pertanian untuk segara merevisi Permentan 01 Tahun 2018 tentang Tataniaga TBS. Sebab, ternyata Permentan ini hanya diperuntukkan bagi Petani yang bermitra.
Dalam surat tersebut Apkasindo juga menjabarkan kondisi di lapangan mengenai harga TBS yang tengah mengancam kesejahteraan petani dan buruh sawit.
"Kondisi petani sawit saat ini sangat memprihatinkan karena harga TBS (tandan buah sawit) di PKS berada pada angka rerata Rp 800/kg TBS untuk petani swadaya dan Rp 1.200/kg untuk petani bermitra. Harga ini akan lebih rendah jika petani sawit menjualnya ke pedagang pengumpul yaitu kisaran Rp 300-Rp 600/kg TBS," tulis Apkasindo.
Padahal biaya produksi (HPP) saat ini sudah mencapai Rp 1.850-Rp 2.250/kg dimana enam bulan lalu biaya produksinya hanya Rp 1.200/kg. Kenaikan biaya produksi ini cenderung diakibatkan kenaikan saprodi, terkhusus pupuk dan herbisida yang sudah mencapai 300%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News