Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Kejayaan petani karet mulai memudar. Harga pembelian karet di tingkat petani yang rendah menjadi penyebab mengapa mereka tidak bisa lagi menikmati keuntungan yang tinggi dari komoditas ekspor Indonesia ini.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) Lukman Zakaria, harga karet petani saat ini masih bertahan di kisaran Rp 4.000 hingga Rp 7.000 per kg. Range harga yang lebar ditentukan oleh bersih tidaknya karet petani yang dijual.
Menurut Lukman, harga karet di Indonesia menjadi yang terendah di Asia Tenggara kini, kalah dari Malaysia dan Thailand. "Saya juga tidak tahu mengapa di negara kita rendah. Melihat Malaysia dan Singapura, kalau dirupiahkan harga karet mungkin lebih dari Rp 10.000 per kg," kata Lukman kepada KONTAN, Rabu (30/8).
Kenaikan harga komoditas karet di pasar internasional dalam beberapa bulan terakhir juga tidak bisa dinikmati petani, sebab harga jual mereka tetap rendah. Seperti diketahui dalam beberapa bulan terakhir, harga karet alam sempat naik di kisaran US$ 1,9 per kg dan kembali stabil di kisaran US$ 1,53 per kg di pasar internasional.
Lukman bilang, rendahnya harga karet di tingkat petani gara-gara hilangnya perhatian pemerintah terhadap komoditas ini. Padahal harga karet internasional sudah naik dan di negara lain harga karet di petani mereka juga naik, "Hanya di Indonesia yang tidak naik," katanya.
Maka, Lukman mendesak pemerintah membantu petani menyediakan mesin pengolah karet. Sehingga, petani bisa menghasilkan karet bongkah Standar Indonesia Rubber (SIR) 20. Dengan begitu, Indonesia tidak mengekspor karet mentah namun karet setengah jadi.
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Suharto Honggokusumo bilang, kenaikan harga karet di pasar internasional tak dinikmati petani karena mereka menjual karet ke tengkulak. "Jadi penentu harga karet di petani itu tengkulak," bebernya.
Petani juga tidak mempunyai akses informasi soal harga karet. Pasalnya, posisi kelembagaan yang dimiliki petani karet selama ini masih lemah. Padahal pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan di mana petani harus memiliki Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB). Petani kesulitan karena tidak memiliki kesiapan modal. Jika petani ingin menjual langsung, mereka harus punya moda transportasi dan dana untuk menalangi anggota. "Seharusnya ada akses ke bank untuk membantu modal kerja mereka," tutur Suharto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News