kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peternak: Harga jagung tinggi bisa picu kenaikan harga telur


Jumat, 09 November 2018 / 14:04 WIB
Peternak: Harga jagung tinggi bisa picu kenaikan harga telur
ILUSTRASI. PANEN RAYA JAGUNG


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Polemik impor jagung yang dibuat oleh Kementerian Pertanian (Kementan) membuat kesal Forum Peternak Layer Nasional. Masalahnya kementerian tersebut dianggap kontraproduktif karena mengajukan rekomendasi, namun menyangkal kelangkaan jagung di pasaran.

Presidium Forum Peternak Layer Nasional, Ki Musbar Mesdi pun menganggap, sikap kementerian ini tidak adil. Di satu sisi, Kementan terus mengimbau peternak layer untuk meningkatkan produksi agar tidak perlu dilakukan impor daging maupun telur ayam ras. Tapi di sisi lain, Kementan seakan menghambat turunnya surat rekomendasi impor yang telah disepakati karena adanya kontradiksi dalam internalnya. 

“Kami menggugat ketidakadilan posisi dari Kementan untuk memenuhi kebutuhan kami. Masa, sih,  untuk hal yang segenting ini, yang menyangkut kepentingan nasional, sudah hampir seminggu buat rekomendasi impor saja nggak turun-turun. Ada apa sebenarnya?” katanya di Jakarta, Kamis (8/11).  

Ki Musbar mengingatkan, dengan harga jagung yang saat ini sudah ada yang mencapai Rp 5.800 per kilogram, ancaman naikknya harga telur yang merupakan salah satu sumber protein utama nasional di bulan Desember semakin pasti. 

Soalnya biaya jagung berkontribusi 50% dari total biaya produksi pakan. “Nanti Desember harga bisa Rp 40.000 Karena dari farmgrade Rp 30.000,” ujarnya lagi. Untuk itu, ia mendesak agar surat rekomendasi impor dapat segera diturunkan. Tidak dapat disanggah, peternak layer membutuhkan kejelasan suplai jagung sampai akhir tahun nanti. 

Terus berulangnya kejadian kelangkaan jagung pun membuat paternak menilai Mentan Amran Sulaiman tidak bisa mengantisipasi rutinitas tahunan ini. Pasalnya, tiap tahun di kisaran bulan Juli—Oktober, harga jagung memang biasa naik. 

Ki Musbar pun bingung dengan pernyataan Mentan yang menganggap impor 50.000-100.000 ton dalam rekomendasi adalah jumlah yang sangat kecil. Di mana angka tersebut tidak bisa dipandang bahwa stok jagung nasional mengalami kondisi defisit. “Itu katanya jumlah kecil. Padahal, Ditjen Tanaman Pangan mencari 1.000 ton saja sampai 14 hari. Itu di Blitar,” tukas Ki Musbar lagi. 

Sebaliknya, di sidak tadi pagi di Pasar Beras Cipinang, Menteri Amran Sulaiman terus menegaskan, impor jagung 100.000 ton bukan karena tidak ada produksi. Sebab faktanya ia mengklaim, Kementan sudah sukses menyetop impor jagung sebanyak 3,7 juta ton. 

Adanya impor jagung 100.000 ton menjelang akhir tahun ini sekadar untuk mengontrol kestabilan harga. Ini juga merupakan respons dari demo hampir 2 juta peternak di Blitar yang mengatakan mahalnya jarga jagung. “Sebentar lagi kita panen raya lagi, ini sebagai kontrol saja. Jangan judulnya pemerintah impor 100.000 ton, titik,” tegas Amran kepada media di Cipinang, Kamis (8/11). 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menegaskan, keputusan mengimpor 100.000 ton dalam rakortas berdasarkan rekomendasi dari Kementan. Ia pun meminta Mentan Amran tidak membelokkan fakta tersebut. 

“Jangan menyalahkan yang lain. Kalau harga naik itu ada yang kurang, sederhana saja. Surplus itu besar sekali angkanya, 13 juta ton. Tapi buktinya, harga naik terus. Apa kesimpulannya?," ketus Darmin. 

Ia menceritakan, pihaknya sempat mempertanyakan rekomendasi impor yang diminta Kementan. Tapi Kementan menampik bahwa rekomendasi dibuat karena sudah ada banyak protes akan mahalnya jagung di pasaran. “Bikin surat dong, jangan nanti tiba-tiba nggak mengaku," ujar Darmin lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×