kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PGN dirugikan dengan kebijakan open acces


Kamis, 24 Oktober 2013 / 16:43 WIB
PGN dirugikan dengan kebijakan open acces
ILUSTRASI. Kurs Dollar-Rupiah di BCA Hari Ini Jumat 17 Juni 2022, Periksa Sebelum Tukar Valas.KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Azis Husaini, Ranimay Syarah, Agustinus Beo Da Costa | Editor: Azis Husaini

JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menilai, untuk menerapkan kebijakan pipa open access membutuhkan waktu lima tahun sampai 10 tahun. Sebab, PGN mesti melakukan upaya upgrading terhadap pipa-pipa yang akan dimanfaatkan secara bersama alias open access.

Menurut Vice President Corporate Communication PGN Ridha Ababil, pihaknya siap melaksanakan kebijakan open access, namun BPH Migas dan Kementerian ESDM mesti menjelaskan lebih rinci bagaimana penerapannya. "Apakah untuk pipa yang existing atau untuk pipa yang akan dibangun? Ini kan tidak jelas aturannya," ungkap dia, dalam diskusi open access, Rabu (23/10)

Bila kebijakan ini berlaku bagi pipa PGN yang sudah dibangun, menurut Ridha, biaya yang harus dikeluarkan PGN untuk melakukan upgrading pipa supaya aman saat dipakai bersama akan sangat besar. "Kami hitung biaya upgrading bisa US$ 1,2 miliar hanya untuk pipa transmisi South Sumatera West Java (SSWJ) yang PGN bangun, belum pipa yang lain," katanya.

Padahal, kata Ridha, biaya tersebut bisa saja digunakan untuk membangun infrastruktur pipa di berbagai daerah yang masih kekurangan gas. Misalnya, biaya tersebut bisa untuk membangun pipa yang menghubungkan Jawa Timur yang kelebihan gas ke Sumatra Utara yang kekurangan gas. "Mestinya kan dananya untuk itu," imbuh dia.

Selain itu, bila pipa yang sudah dibangun PGN itu dipakai bersama oleh pada trader gas, tidak ada jaminan ada keamanan dalam pipa gas. Sebab, penyaluran gas untuk pelanggan memiliki tekanan gas yang berbeda. Tekanan gas ke pelanggan sektor industri biasanya harus tinggi, sebaliknya untuk ke sektor rumah tangga harus rendah.

Ridha khawatir, hal teknis ini tidak diketahui para trader yang memang tidak pernah mengoperasikan pipa gas. Jadi, bila nanti terjadi kebocoran akibat salah melakukan teknis tekanan dalam penyaluran gas, akibatnya akan fatal. "Bisa bocor, bahkan bisa meledak. Kalau sudah meledak, PGN akan kena masalah, baik ke pelanggan maupun ke hulu," imbuh dia.

Bahkan, Ridha mensinyalir, kebijakan open access hanya akan menguntungkan para trader gas. Sebab, mereka bisa saja mengambil pelanggan PGN. "Kalau kebijakan ini jalan, pipa transmisi PGN dan pipa distribusi PGN akan dipakai, kalau tidak untuk mengambil pelanggan PGN untuk apa? Kami mensinyalir seperti itu," ungkap dia.

Tidak perlu khawatir

Sejak terbit tahun 2009 lalu, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa belum juga dilaksanakan. Penyebabnya, Kementerian ESDM juga belum memiliki roadmap yang jelas soal kebijakan open access tersebut.

Edi Hermantoro, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM mengungkapkan, dirinya belum bisa berbicara banyak tentang kelanjutan kebijakan open access. Selain itu, ia belum tahu, apakah selama ini PGN sudah kembali modal atau belum. "Semuanya masih on going ya, masih dikaji," kata Edi.

Direktur Gas Pertamina, Hari Karyuliarto memiliki pendapat berbeda. Menurut dia, open access pipa gas sebetulnya menguntungkan untuk masyarakat. "Harusnya PGN tidak perlu khawatir, karena open access ini untuk masyarakat. Untuk pemain bisnis juga ada jaminannya. Mereka bisa menikmati karena mereka juga membayar," ungkap dia.         

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×