Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Rencana Chevron Corporation menjual aset geotermal di Indonesia dan Filipina nampaknya terus mendapat sambutan hangat dari investor. Buktinya, ada beberapa perusahaan energi di Indonesia yang sudah menyatakan minat untuk membeli aset sumber energi terbarukan tersebut.
Perusahaan yang paling anyar menyatakan minat untuk memiliki aset Chevron di lereng Gunung Salak dan Darajat ini adalah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Di dua lokasi ini, Chevron mengoperasikan ladang geotermal sekaligus pembangkit berkapasitas 647 megawatt (MW).
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, PLN memang berniat untuk menawar aset geotermal Chevron yang ada Indonesia. "Kami sedang membicarakannya dengan Kementerian BUMN. Nanti kalau sudah ada kabar baiknya nanti akan kami informasikan kembali," ujar Sofyan kepada KONTAN Minggu (1/5).
PLN harus mendapatkan lampu hijau dari pemegang saham dalam hal ini Kementerian BUMN. Karenanya, hingga kini manajemen PLN belum memiliki ancar-ancar berapa dana yang akan disiapkan untuk akuisisi membangkit panas bumi tersebut.
Hanya, "Kami belum menyiapkan berapa dananya, belum tahu penawaran berapa karena sekarang baru melakukan due diligence," jelas Sofyan.
Memang Chevron tak cuma menjual aset geotermal mereka di Indonesia. Raksasa energi asal Amerika Serikat ini juga menawarkan aset-asetnya di Filipina, yakni pembangkit Tiwi dan Makiling-Banahaw (Mak-Ban) di Pulau Luzon dengan kapasitas 692 MW.
Bersaing dengan asing
Peminat aset geotermal milik Chevron juga bukan cuma PLN. Berdasarkan catatan KONTAN, di dalam negeri ada dua perusahaan lain yang menyatakan minat untuk membeli.
Pertama Medco Power yang juga anak usaha dari Medco Energy Internasional Tbk. "Aset-aset geothermal milik Chevron merupakan aset-aset yang sudah provent," kata Presiden Direktur Medco Power Indonesia Fazil Erwin Alfitri, (Harian KONTAN, Edisi 3 Maret 206).
Peminat kedua adalah PT Pertamina. Selain investor lokal, investor global yang juga meminati aset Chevron adalah Engie S.A., asal Prancis dan Marubeni dari Jepang. Memang belum jelas benar berapa nilai aset yang wajar bagi geotermal ini.
Tapi, sebelumnya, Chevron pernah menyebut perusahaan ini sudah keluar duit tak kurang dari US$ 3 miliar untuk berinvestasi geotermal di Indonesia dan Filipina. Sumber kantor berita Reuters, (6/4) juga menyebut, perkiraan nilai aset Chevron yang dilego mencapai US$ 3 miliar.
Corporate Communication Manager Chevron Indonesia Donny Indrawan mengatakan, kebijakan perusahaan ini sejak lama adalah untuk tidak berkomentar atas rencana divestasi aset-aset perusahaan tersebut.
Hanya, ia menegaskan, kajian divestasi atas portofolio yang perusahaan miliki merupakan proses bisnis biasa dalam perusahaan. Proses divestasi juga dilakukan demi memastikan aset-aset perusahaan sejalan dengan rencana bisnis strategis Chevron.
Namun, sebagai gambaran Chevron Coproration sejak awal tahun ini terus melakukan restrukturisasi bisnis secara global.
Langkah ini mereka lakukan untuk menghadapi tekanan harga minyak mentah di pasar dunia yang harganya masih dalam tren melorot. Karenanya, perusahaan ini tengah fokus untuk mengurus aset yang mendatangkan cuan gede.
Salah satu bentuk efisiensi, di Indonesia Chevron sebelumnya telah memangkas jumlah karyawan. Dalam catatan KONTAN, perusahaan ini bahkan telah memberikan laporan kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi bahwa hingga pertengahan April 2016 sudah mengurangi karyawan sebanyak 750 orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News