kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.678.000   -14.000   -0,83%
  • USD/IDR 16.585   -130,00   -0,79%
  • IDX 6.271   -214,85   -3,31%
  • KOMPAS100 907   -39,76   -4,20%
  • LQ45 704   -27,76   -3,80%
  • ISSI 197   -7,32   -3,58%
  • IDX30 365   -13,68   -3,62%
  • IDXHIDIV20 445   -14,85   -3,23%
  • IDX80 103   -4,03   -3,77%
  • IDXV30 108   -4,81   -4,27%
  • IDXQ30 120   -4,00   -3,23%

Plus Minus Penggunaan Skema Power Wheeling dalam Ketenagalistrikan Indonesia


Jumat, 28 Februari 2025 / 20:30 WIB
Plus Minus Penggunaan Skema Power Wheeling dalam Ketenagalistrikan Indonesia
ILUSTRASI. Petugas melakukan perawatan jaringan listrik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di kawasan Tambakrejo, Semarang, Jawa Tengah, Senin (24/2/2025). Pemerintah menyebutkan bahwa untuk merealisasikan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025-2060 dengan kapasitas pembangkit listrik diproyeksikan mencapai 443 gigawatt dibutuhkan investasi sebesar 1,1 triliun dolar AS. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan skema power wheeling atau skema sewa jaringan listrik dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBET) menurut Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Bobby Gafur memiliki plus minus yang harus dipertimbangkan.

Bobby menjelaskan, dalam sistem kelistrikan setidaknya ada tiga komponan yang harus dipertimbangkan. Yang pertama pembangkit, kemudian transmisi dan market atau pasar.

Adapun, kerja tiga komponen ini akan bergantung pada ketentuan masing-masing negara terhadap bisa atau tidaknya listrik langsung dijual kepada customer atau market.

"Memang untuk negara-negara maju yang listriknya open, artinya (pihak) swasta bisa langsung jual kepada customer-nya, ya power whelling itu akan sangat menurunkan cost," kata Bobby saat dihubungi Kontan, Jumat (28/02). 

Baca Juga: Pasar EV Makin Panas! Xpeng Resmi Masuk Indonesia di Bawah Bendera Erajaya Group

Dengan skema terbuka ini, para investor bisa memilih tempat mana yang paling murah untuk membangun pembangkit hingga yang paling murah agar bisa menyentuh market.

Tak hanya pembangkit, transmisi di beberapa negara ungkap Bobby juga terbuka, dimana investor juga bisa membangun transmisinya sendiri.

"Nah, yang sekarang itu adalah transmisi di Indonesia tidak open, jadi hanya dibangun oleh PLN," kata dia.

Skema listrik yang tidak terbuka di Indonesia kata Bobby membuat para investor bergantung pada rencana kerja PLN kedepannya.

Di Indonesia investasi di sektor pembangkit menurutnya sudah sangat sesuai dari segi Return on Investment (ROI). Namun yang perlu diperhatikan adalah terkait ROI pembangunan jaringan yang dinilai masih sangat tipis.

"Kalau untuk pembangkit listrik itu dari sisi investasi, return-nya itu secara keekonomian sudah menarik untuk investor. Cuma yang perlu dihitung nih adalah berapa sih (investasi) kalau investor itu mau membangun jaringan," jelasnya.

ROI investasi di jaringan berdasarkan perhitungan METI adalah dibawah 5% dengan masa waktu yang cukup panjang. Selain ROI, investasi dalam jaringan listrik juga berhubungan dengan pembebasan lahan yang lagi-lagi memakan waktu banyak.

"Untuk negara-negara seperti negara maju yang lahannya banyak dan pembebasan lahan tidak bermasalah, tidak banyak kesulitan. Tapi kalau kita, mau membangun jalan tol saja kan kalau itu bisa 9 tahun, 10 tahun pembebasannya," jelasnya.

Skema power wheeling di Indonesia lanjut Bobby secara garis besar masih terkendala hal tersebut, yaitu ROI yang rendah serta jangka waktu pembebasan lahan.

Ia menjelaskan, sekalipun sudah keputusan akhir bahwa power wheeling tidak masuk dalam RUU EBET maka hal ini adalah pertimbangan yang matang dan harus dirinci dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

"Menurut saya, keputusan ini pemerintah melihat mana yang terbaik untuk mendukung RUPTL, dan diperlukan perencanaan detail, nggak hanya pembangkitannya, jadi termasuk transmisinya," jelas dia.

Sebelumnya, dicabutnya skema power wheeling dalam RUU EBET diungkap oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo. Menurutnya penggunaan power wheeling justru akan membuka peluang dominasi asing di sektor kelistrikan Indonesia.

“Kalau power wheeling diterapkan, ini bisa menjadi seperti ‘wild west’, di mana sektor listrik kita dikuasai oleh pihak non-Indonesia,” ungkapnya di Jakarta, Rabu (26/02).

Hashim juga menegaskan Prabowo akan berkomitmen menjaga kendali negara atas sektor kelistrikan melalui PLN.

“Jadi, mohon maaf, power wheeling ditolak. Negara, melalui PLN, tetap menjadi pengendali kelistrikan, dan saya optimistis investasi energi baru terbarukan di Indonesia tetap akan berjalan,” tandasnya.

Baca Juga: Hambatan Transisi Energi dalam Penolakan Skema Power Wheeling di RUU EBET

Selanjutnya: Mengapa Awal Puasa di Indonesia Beda dengan Singapura, Malaysia, dan Brunei?

Menarik Dibaca: IDEC 2025 Dorong Inovasi di Industri Kesehatan Gigi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×