Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Jumat (14/7) memanggil bos-bos produsen mineral dan batubara (minerba). Mereka antara lain Garibaldi Boy Thohir dari Adaro Energy, Tony Wenas dari Freeport Indonesia, dan Presiden Direktur PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) Rachmat Makkasau.
Pemerintah meminta agar para pengusaha tersebut patuh menyetor kewajiban keuangan ke negara atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Maklum, setoran PNBP sektor minerba pada kuartal I-2017 baru mencapai Rp 12,05 triliun. Angka tersebut baru 37,1% dari target yang sekitar Rp 32,48 triliun.
Selain bos besar tadi, ada lagi manajemen atau pemilik Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B), Kontrak Karya maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP). Asal tahu saja, saat ini yang sudah clean and clear mencapai 6.404 IUP. Lalu dari PKP2B sebanyak 73 perusahaan dan 34 Kontrak Karya (KK).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono mengatakan, pertemuan dengan perusahaan pemegang PKP2B dan perusahaan KK termasuk IUP memang membahas mengenai penerimaan negara dari sektor mineral dan batubara. Namun, belum ada rencana yang konkret dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor mineral dan batubara.
"Mereka diundang untuk membahas penerimaan negara, Pak Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan perusahaan tambang harus memenuhi kewajiban keuangan tepat waktu, jangan ngutang," terang Bambang di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (18/7).
Pemerintah dan juga para pengusaha tersenit sempat juga membahas soal mengenai peningkatan penerimaan negara. Sayang, Bambang enggan menjelaskan lebih rinci terkait pembahasan mengenai peningkatan penerimaan negara melalui pertambangan itu. Apakah akan ada aturan khusus mengenai itu? "Yang jelas perusahaan tambang harus tertib terhadap penerimaan negara, seperti royalti," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik Kementerian ESDM Sujatmiko menambahkan, bagi perusahaan pertambangan yang memiliki kewajiban membayar pajak maupun royalti agar segera dipenuhi. "Itu pesan pak Menteri," imbuhnya.
Yang jelas, kata Sujatmiko, mengenai penerimaan negara sektor tambang ini berkaitan erat dengan amandemen kontrak PKP2B maupun Kontrak Karya yang tengah berlangsung. "Pak Menteri juga meminta, amandemen kontrak bisa diselesaikan pada tahun ini juga," ungkap dia.
Apabila ada poin-poin yang belum disepakati dalam amandemen kontrak, terutama terkait keuangan yakni pajak dan royalti, Jonan mendorong agar Asosiasi Pertambangan mengedepankan audiensi dengan pihak Kementerian Keuangan.
Sehingga terjadi sebuah dialog dan memiliki persepsi yang sama. "Persepsi sama yang bisa menjadi bahan pertimbangan untuk memahami kondisi sekarang seperti apa, sehingga tindak lanjutnya sesuai dengan aturan yang ada," tandasnya.
Seperti diketahui, sejak harga batubara anjlok diikuti harga mineral yang landai, penerimaan negara dari sektor tersebut terus mengecil. Apalagi para pemegang kontrak karya, seperti PT Freeport Indonesia tidak mau mengubah ketentuan perpajakan, meski nanti berubah menjadi IUPK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News