kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.214   -59,00   -0,39%
  • IDX 7.748   5,23   0,07%
  • KOMPAS100 1.206   13,12   1,10%
  • LQ45 983   9,76   1,00%
  • ISSI 228   1,54   0,68%
  • IDX30 503   5,92   1,19%
  • IDXHIDIV20 607   6,89   1,15%
  • IDX80 138   1,21   0,89%
  • IDXV30 142   1,00   0,71%
  • IDXQ30 168   1,68   1,01%

Ponsel dan notebook China serbu pasar domestik


Senin, 10 Januari 2011 / 22:55 WIB
Ponsel dan notebook China serbu pasar domestik


Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Test Test

JAKARTA. Serbuan impor barang elektronik dari China tak serta merta membuat merek elektronik itu populer di Tanah Air. Masyarakat masih belum tergoda dengan keberadaan barang elektronik dengan merek china. "Untuk merek China memang kurang dominan. Karena China itu lebih fokus kepada manufakturing bukan merek. Sehingga China banyak ekspor komponen atau material elektronika," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Ali Soebroto Oentaryo kepada KONTAN, Senin (10/1).

Meski begitu, tak semua produk elektronika kebal dengan serbuan merek China. Contohnya untuk handphone dan notebook. Dua produk elektronik ini masih merajai di Indonesia. Pasalnya, industri dalam negeri belum ada yang mampu untuk membuatnya. "Makanya Kementrian Perindustrian sedang memfasilitasi supaya ada investasi manufaktur di Indonesia. Sehingga nanti ada nilai tambahnya meski komponennya masih impor," terang Ali.

Di tahun ini, Ali meramalkan industri elektronik masih tetap tumbuh sebesar 15%. Salah satu hal pemicunya adalah tingkat permintaan elektronik di pasar domestik. Menurut Ali, kebutuhan elektronik di pasar domestik ditentukan oleh jumlah rumah tangga. Pemicu lainnya adalah karena adanya pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin membaik. Namun, tak semua produk mengalami pertumbuhan. "Untuk TV hampir semuanya orang punya. Namun, untuk barang seperti kulkas potensinya masih besar, mesin cuci juga masih ada," jelas Ali.

Kendati demikian, lebih lanjut Ali menjelaskan, yang menjadi masalah adalah kebutuhan pasar domestik masih didominasi oleh produk elektronik impor. Pada saat ini, kata Ali, produk buatan dalam negeri hanya mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik sebesar 30 persen.

Ali mengakui, berbagai kebijakan pemerintah seperti labelisasi bahasa Indonesia, Permendag nomor 39, dan standar nasional Indonesia (SNI) wajib memang mampu menekan impor.Pada saat ini, kata Ali, SNI wajib baru diterapkan pada produk televisi cembung, pompa air, dan seterika mulai April 2010. Sementara pada tahun depan, SNI wajib baru akan diterapkan pada produk mesin cuci, lemari es, dan pendingin ruangan. "Kebijakan pemerintah yang non tariff barrier itu kan hanya menghambat bukan melarang impor, jadi otomatis impor akan sulit masuk," ucap Ali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP)

[X]
×