Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia berencana memperbaiki tata kelola komoditas kelapa yang dianggap memiliki potensi ekonomi besar namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Hal ini disampaikan oleh Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur, Leonardo A.A Teguh Sambodo, yang mengungkapkan bahwa Indonesia, yang dulunya menjadi produsen kelapa terbesar dunia hingga tahun 2020, kini telah disalip oleh Filipina.
Baca Juga: Kinerja Industri Karet Makin Menyusut
"Filipina saat ini memiliki lahan kelapa seluas 3,7 juta hektar, sementara Indonesia hampir 3,4 juta hektare," kata Teguh dalam media briefing di Jakarta, Jumat (27/9).
Menurut Teguh, salah satu kendala utama yang dihadapi industri kelapa di Indonesia adalah rendahnya produktivitas, terutama karena mayoritas perkebunan kelapa dikelola oleh petani konvensional.
Produktivitas kelapa di Indonesia masih stagnan di angka 1,1 ton per hektare, dengan 98,95% lahan merupakan kebun rakyat tradisional yang belum terorganisir dengan baik dan kekurangan regenerasi.
Baca Juga: Membuka Kunci Kesejahteraan Petani Lewat Teknologi
Tantangan lain adalah luasnya lahan kelapa yang tidak menghasilkan akibat tanaman yang sudah tua atau rusak, dengan 378.191 hektare memerlukan replanting.
Sementara itu, sebagian besar kelapa bulat, yakni sebanyak 756,98 juta buah, diekspor dalam kondisi mentah dengan pajak ekspor 0%.
Pemanfaatan kelapa di Indonesia juga masih terbatas pada produksi kopra, yang diolah menjadi minyak kelapa. Padahal, beberapa komponen lain dari kelapa, seperti air kelapa, sabut, dan tempurung kelapa, memiliki nilai ekonomi yang besar namun belum dioptimalkan.
"Air kelapa saja jika dikumpulkan bisa mencapai 3,6 juta ton, dan jika diekspor bisa bernilai US$ 5,2 miliar atau setara Rp 79,4 triliun, setara dengan ekspor karet," tambah Teguh.
Potensi ekonomi lain yang terbuang dari sabut kelapa dan tempurung kelapa masing-masing diperkirakan mencapai US$ 320 juta (Rp 5,6 triliun) dan US$ 373 juta (Rp 4,8 triliun).
Jika dihitung total, potensi ekonomi yang hilang dari komoditas kelapa di Indonesia mencapai Rp 89,8 triliun.
Baca Juga: Kinerja Devisa Ekspor Sawit Masih Rentan
Teguh juga menyoroti perbedaan signifikan dengan Filipina, yang telah melakukan pembenahan tata kelola komoditas kelapa.
Filipina bahkan memiliki badan khusus yang mengurus komoditas ini hingga ke tingkat petani, guna meningkatkan produktivitas.
Indonesia berencana mengadopsi pendekatan serupa dari Filipina, sebagai langkah untuk meningkatkan produktivitas dan membangun hilirisasi kelapa di dalam negeri.
"Ini menjadi satu pembelajaran yang ingin kita adopsi. Kalau Filipina bisa, kenapa kita tidak bisa menerapkannya?" pungkas Teguh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News