Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 selama periode libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru) batal dilaksanakan secara serentak dan menyeluruh di Indonesia. Kebijakan ini disambut baik oleh pelaku usaha di industri perhotelan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengungkapkan, batalnya pemberlakuan PPKM Level 3 secara menyeluruh pada masa libur Nataru akan membawa sentimen pasar yang positif bagi industri hospitality, terutama hotel dan restoran.
Meski tanpa cuti bersama, Maulana yakin, pergerakan masyarakat dan wisatawan tetap bisa menjaga kinerja bisnis dan tingkat okupansi hotel maupun restoran.
"Tentu kami berterima kasih kepada pemerintah. Kebijakan ini akan berpotensi meningkatkan kinerja okupansi. Potensi orang untuk bergerak tetap ada, dari tadinya PPKM Level 3 banyak pembatasan," kata Maulana saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (7/12).
Mengenai tingkat okupansi hotel di bulan Desember 2021, dia menggambarkan bahwa pada saat sebelum pandemi atau di 2018-2019, rata-rata okupansi secara nasional mencapai 59%-60%. Namun pada tahun 2020 lalu, rata-rata okupansi hotel di Desember hanya 40% atau merosot sekitar 20% lantaran pandemi Covid-19.
Baca Juga: Hotel Sahid Jaya (SHID) targetkan pendapatan tumbuh lebih dari 55% di tahun 2021
Itu pun masih dengan catatan adanya penurunan average room rate atau rata-rata nilai harga kamar juga sudah anjlok hingga 30%-40% selama pandemi. Artinya, tingkat penurunan okupansi juga diiringi dengan merosotnya pendapatan hotel.
Adapun kondisi okupansi pada tahun ini berfluktuasi. Sempat naik pada periode Maret-Juni di level rata-rata 34%-35%, namun harus kembali anjlok saat PPKM darurat pada Juli-Agustus.
Tingkat okupansi kembali merangkak naik seiring penurunan kasus Covid-19 dan pelonggaran PPKM pada bulan September-November. Saat ini, rata-rata okupansi hotel menyentuh 45%.
"Meningkat sekitar 5% dibandingkan tahun lalu. Ini yang sebenarnya ingin kami pertahankan sampai akhir tahun," ujar Maulana.
Di sisi lain, naiknya tingkat okupansi hotel serta mobilitas masyarakat dan wisatawan juga bakal berdampak bagi kinerja restoran.
"Jadi restoran bukan hanya kebutuhan makan dan minum saja, tapi juga terpengaruh pergerakan orang. Misal ada wisatawan atau yang datang dari daerah lain, pasti butuh restoran bahkan bisnis sentra oleh-oleh pun akan bergerak," tegas Maulana.