Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok tahun 2019 dan menunda penerapan kebijakan simplifikasi tarif cukai rokok. Sehingga tarif cukai rokok tetap sama dengan tahun 2018. Keputusan ini berdasarkan rapat kabinet yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Presiden Bogor, Jumat (2/11/2018).
Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menilai keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok 2019 dan menunda simplifikasi tarif cukai sudah tepat. Hal ini sejalan dengan aspirasi para stakeholder pertembakauan, melihat kondisi Industri Hasil Tembakau dalam beberapa tahun ini sedang mengalami tekanan yang berat.
“Akibat kenaikan cukai dalam beberapa tahun terakhir, konsumen terus terbebani karena harga rokok ikut terkerek naik. Belum lagi melihat kondisi industri yang sedang lesu dan terus tertekan dengan kenaikan cukai. Langkah pemerintah saat ini untuk tidak menaikkan tarif cukai di 2019, kami rasa sudah tepat,” kata Koordinator KNPK, Azami Mohammad, Senin (5/11).
Lebih lanjut mengenai penundaan kebijakan simplifikasi tarif cukai, ia bilang, pemerintah diharapkan untuk mengkaji ulang dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan Industri Hasil Tembakau. Bahkan, sambungnya, kebijakan simplifikasi tarif cukai sudah seharusnya tidak udah diterapkan di Indonesia.
“Dua hal yang harus menjadi pertimbangan bagi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Pertama, simplifikasi cukai sama sekali tidak memberikan azas keadilan, karena mengancam Industri kecil dan menguntungkan Industri Besar. Kedua, menghancurkan eksistensi kretek dengan menyetarakan tarif cukai kretek dengan rokok putih” tuturnya dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Senin (5/10).
Ke depannya KNPK berharap agar pemerintah bisa terus kooperatif dengan stakeholder pertembakauan, sehingga penerapan kebijakan terkait Industri Hasil Tembakau tidak hanya menjadi beban bagi industri.
“Harapannya pemerintah mau mendengarkan suara stakeholder pertembakauan. Suara dari petani, buruh, pabrik hingga konsumen, karena dari Industri Hasil Tembakau-lah 8% dari total pendapatan negara disumbangkan,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News